Internet membuat dunia terasa lebih kecil dengan kemampuannya “menghilangkan” batas antarnegara. Apa yang kita tampilkan di internet bisa diakses oleh siapa pun, di belahan dunia mana pun. Secara teori, kita bisa memasarkan serta menjual produk atau jasa kita ke market global. Namun, tentu gak semudah praktiknya. Nah, dalam artikel ini, saya mau berbagi beberapa tips yang sudah membantu saya dalam perjalanan membangun Life Behind Bars™—atau biasa disebut LBBJKT—sebagai brand asal Indonesia yang bukan cuma menjual produknya secara lokal, tapi juga secara global.
Beberapa hal yang sudah jelas wajib dilakukan kayak mempresentasikan dengan bahasa internasional (bahasa Inggris), memastikan kesanggupan portal transaksi, serta logistik global, gak bakalan kami bahas di sini. Tips yang bakal saya bagikan di sini akan lebih dalam lagi. Mau tau apa saja? Yuk, langsung simak!
1. Hilangkan Self-Limiting Belief
“Ah kalau di Indonesia mah begini…”
“Ya itu sih enak di Amerika, soalnya negara maju…”
“Lumayanlah buat ukuran Indonesia…”
“Ya gitu deh, namanya juga negara ber-flower…”
Apakah frasa-frasa di atas terdengar familier? Tentu, karena kalimat-kalimat tersebut sering banget terucap dalam percakapan sehari-hari. Bahkan, mungkin kamu sendiri sering mengucapkannya sendiri tanpa menyadari secara alam bawah sadar kalimat tersebut merupakan negative reinforcement yang justru bikin kamu membatasi kapabilitas kamu sendiri.
Coba deh, mulai hilangkan mental block tersebut dengan gak terlalu cepat puas dalam berkarya, apalagi kalau kamu kepingin bersaing di pasar global. Kalimat-kalimat tersebut sudah pasti bikin kamu gak produktif. Sebaliknya, kamu bisa cari tau current global industry leader dari bidang bisnis kamu, kemudian jadikan kualitas dari sang incumbent tersebut sebagai benchmark untuk kamu imbangi, atau bahkan suatu hari bisa kamu lampaui.
Baca juga: Dukung Bisnis Lokal? Intip Usaha Milik Co.Creators, Yuk!
Menurut saya, di sini pergerakan “support local” yang sebenarnya memiliki tujuan baik malah memiliki unintended downside. Banyak yang salah mengartikan pergerakan tersebut dengan terlalu harfiah, yang mana pemilik usaha lantas menjadikan elemen “lokal” sebagai satu-satunya variabel yang membuat konsumen mengapresiasi dan mengkonsumsi produknya. Padahal faktanya adalah faktor utama yang memengaruhi purchase decision seseorang tentunya dari kualitas, experience, serta value produk yang ditawarkan. Sedangkan negara asal muasal brand, hanya merupakan faktor kecil, atau bahkan gak jadi bahan pertimbangan sama sekali bagi mayoritas konsumen.
2. Big Fish in a Small Pond
Buat kamu yang baru mulai merintis bisnis dan belum menentukan target pasar, gak ada salahnya mempertimbangkan untuk berkompetisi di pasar ceruk (niche market) dengan membuat produk yang spesifik. Hal ini juga LBBJKT lakukan, yakni menarget pasar urban cyclist di awal perjalanannya.
Tantangan di niche market adalah target pasar yang kecil kalau memang hanya fokus di satu negara, misalnya di Indonesia saja. Namun, tantangan ini bisa menjadi kelebihan jika menjangkau niche market yang sama yang ada di luar negeri. Gabungan dari niche market di seluruh dunia ini bakal menciptakan target pasar yang lebih besar sehingga kamu gak perlu cemas perihal besar pasar yang bakal kamu jangkau. Akan tetapi, dalam niche market kamu bukan cuma sekadar bikin produk yang bagus, tapi juga harus membawa nilai tambah untuk konsumen. Selain itu, kamu juga harus bikin pelayanan konsumen yang baik agar brand engagement tumbuh.
Meski demikian, bukan berarti niche market gak punya kekurangan. Kalau kamu terlalu lama berada di pasar yang sangat spesifik, dampak akan hadirnya kompetitor baru akan jauh lebih terasa ketimbang berada di pasar yang lebih luas.
3. Word of Mouth Is Not Dead!
Berdasarkan laporan yang dibuat Edelman tahun lalu, trust konsumen terhadap perusahaan dan brand terus menurun selama sepuluh tahun terakhir. Lantas, siapa yang harus mereka percaya? Jawabannya adalah orang lain yang gak terafiliasi dengan brand mana pun. Dan di sinilah peran word of mouth marketing (WOMM)—yang beberapa tahun belakangan pamornya menurun dibandingkan tren influencer marketing (IM)—sangat berperan.
Baca juga: 5 Langkah Bikin Hobi Kamu Jadi Bisnis
Secara konsep, dua strategi tersebut memang beririsan. Namun, berdasarkan pengalaman kami, WOMM lebih unggul dibandingkan IM dalam beberapa aspek, yang mana pada era ketika IM sudah sangat tersaturasi dalam keseharian, audiens jadi makin kritis terhadap konten yang mereka konsumsi. Kini audiens punya sensitivitas tinggi dalam membedakan mana konten berbayar, mana yang merupakan endorsement, mana rekomendasi yang organik.
Kamu sendiri sering mendengar saran bahwa brand mesti otentik, kan? Namun, makin ke sini, makin susah memasarkan brand dalam skala besar secara otentik. Nah, di sinilah WOMM berperan: transmisi konten dalam WOMM adalah dari-teman-ke-teman, sedangkan dalam IM adalah influencer-ke-teman, yang tentunya kalah efektif karena audiens paham bahwa konten IM adalah transaksional dan bukan hasil share yang didasari kejujuran seutuhnya.
Sekarang pertanyaannya, gimana biar brand atau produk kamu masuk menjadi rekomendasi dalam percakapan audiens yang organik? Secara tangible, produk kamu harus baik terlebih dahulu. Di luar dari itu, ada baiknya untuk menge-craft storytelling yang bukan cuma otentik, tapi juga menarik dan relevan bagi audiens. Kemudian untuk platform, tentu website dan media sosial kamu sendiri. Selanjutnya media dan online blogs yang meliput niche kamu. Yang terakhir menurut kami paling efektif… bisa kamu simak di dalam tips selanjutnya.
4. Infiltration Marketing
Pasar ceruk kamu, para early adopter, serta para enthusiast kemungkinan besar berada dan aktif di forum dan komunitas online. Seenggaknya, yang bisa kamu lakukan adalah masuk ke sana sekalian menebarkan benih-benih produk dan story kamu yang mana nantinya bisa disebarkan lagi oleh anggota komunitas tersebut. Akan lebih baik lagi kalau kamu meluangkan waktu atau mengalokasikan sumber daya untuk berperan aktif dalam beberapa forum komunitas biar konten yang kamu punya bukan cuma terlihat di tingkat permukaan, tapi juga bisa memberikan penjelasan lebih dalam serta share knowledge dan expertise kalian di bidang usaha kamu. Selain meningkatkan kredibilitas sebagai industry expert, kamu juga mendapat benefit tambahan, yakni community member yang lain, bisa mendapatkan informasi lebih lengkap mengenai produk atau jasa kamu.
Kenapa sih menarik perhatian serta minat para enthusiast ini penting? Jawabannya, karena menurut teori product adoption curve yang digambarkan di bawah, untuk produk kamu dapat diadopsi secara mass market, atau seenggaknya pasar yang lebih luas, terlebih dahulu kamu harus memenangkan hati para early adopters dan enthusiast. Setelah itu, barulah ketika puas terhadap produk atau jasa kamu, secara organik mereka bisa menimbulkan snowball effect yang hebat karena mereka adalah orang-orang yang opininya didengar paling gak oleh lingkar terkecil mereka. Hal itu sangat bagus karena mereka puya basis pengikut yang besar meski belum tentu berstatus influencer.
Baca juga: Mengelola Bisnis di Masa Pandemi
5. Product First, Marketing Later
Yang sering kami perhatikan di dalam brand lokal adalah: setelah menghasilkan MVP (minimum viable product), mereka akan mengalihkan fokus dan energi mereka ke marketing. Kami gak bilang bahwa marketing gak penting karena merancang strategi marketing tentu sangat penting, apalagi selama punya cukup sumber daya. Yang jadi masalah, perusahaan baru dengan sumber daya terbatas sering kali berhenti berinovasi setelah mencapai MVP, lalu memindahkan sumber dayanya secara penuh ke marketing effort.
Kami percaya bahwa produk yang sangat baik bisa terjual dengan usaha marketing yang minimal. Sebaliknya, marketer terhebat di dunia sekalipun bakal mengalami kesulitan menjual produk yang buruk.
6. Tentukan Brand Positioning
Gak tau posisi dan tujuan kamu dalam bisnis bisa dianalogikan kayak menerbangkan pesawat tanpa radar dan navigasi. Bukan cuma sulit, tapi juga berbahaya. Target posisi sangat vital dalam menentukan strategi harga dan strategi komunikasi. Brand positioning matrix bisa membantu kamu menentukan posisi dengan alat bantu visual. Berikut contoh brand positioning matrix yang bisa kamu lihat.
Nah, itu tadi 6 tips yang bisa bantu kamu menembus market global yang didamba-dambakan. Bagaimana, apakah kamu sudah melakukan seluruh tips yang ada di atas? Atau belum sama sekali? Bagi pengalaman kamu selama merintis brand di kolom komentar, yuk!
Comments ( 0 )