“Aku pingin jadi seniman, tapi bukan seniman yang gak bisa makan,”
Familiar dengan ungkapan tersebut? Memang gak ada salahnya memiliki idealisme, baik dalam cita-cita, hubungan sosial, tujuan hidup, maupun pekerjaan dan bisnis. Namun dalam hal berbisnis, mau gak mau idealisme ini harus dikemas sedemikian rupa agar bisa diterima oleh pasar.
Pertanyaannya, mengapa orang lain harus menerima idealisme kamu?
Kepada Jenius, Anton Ismael, Artist & Photographer, mengatakan bahwa dengan komunikasi dan negosiasi yang baik, orang lain bisa saja menerima idealisme kamu. Tapi sebelumnya, kamu harus lebih dulu menciptakan sistemmu sendiri. Misalnya, kamu ingin jadi fotografer analog. Kamu gak bisa menawarkan konsep tersebut kepada agensi iklan yang menginginkan kecepatan hasil. Sebaliknya, kamu harus menciptakan sistem yang berisikan orang-orang yang memang tertarik dengan hasil tangkapan kamera analog.
Sedangkan dari segi komunikasi dan negosiasi, kamu bisa mencontoh dari apa yang dilakukan Jenius, digital bank dengan desain dan karakter yang playful. Di awal kemunculannya, banyak orang yang salah memahami identitas Jenius. Ivan Loviano, Digital Banking Social Media Sr. Manager, mengakui bahwa Jenius sebagai banking reinvented memang harus memiliki gaya dan karakter yang berbeda.
“Kita idealis dengan gaya kita yang seperti ini. Tapi kita sadar kita harus sedikit bernegosiasi”
Salah satu bentuk negosiasi dan strategi komunikasi yang dilakukan Jenius adalah melalui kokreasi dengan penggunanya. Selain agar produk yang dikembangkan lebih sesuai, kokreasi ini juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dalam memahami Jenius sebagai sebuah digital bank.
Anton saat menjelaskan idealisme dan co-branding dalam bisnis. Sumber gambar: Kawasan Darmo.
Idealisme juga membutuhkan kekuatan dan pengakuan. Artinya, kamu juga harus bisa menyampaikan idealisme tersebut dengan orang yang berpengaruh. Menurut Anton, jika orang tersebut bisa menerima idealisme kamu, ia pasti bisa menyebarkan idealisme tersebut kepada orang banyak.
“Nah, ini sebenarnya yang dinamakan co-branding”
Co-branding ini gak harus selalu dengan perusahaan, bisa pula dengan individu. Seperti kolaborasi Jenius dengan Liunic on Things beberapa waktu lalu. Berbeda dengan ilustrator lainnya, Liunic punya style tersendiri. Kerjasama antara Jenius dan Liunic menjadi keputusan yang tepat. Sebab, selain Liunic punya pengaruh yang kuat di segmennya, gaya ilustrasinya pun cocok disandingkan dengan style Jenius. Co-branding yang dihasilkan pun terasa pas.
Senada dengan Jenius dan Liunic, Anton juga sempat menuturkan kisahnya berkawan dengan salah satu fotografer paling berpengaruh, Sam Nugroho. Baginya, upaya co-branding juga bisa membantu seseorang melihat sudut pandang yang berbeda serta menemukan informasi yang lebih banyak.
“Jadikan informasi tersebut sebagai kekuatan kita, untuk 5 sampai 10 tahun ke depan”
Kalau menurutmu, mengapa Darwis Triadi terkenal? Sumber gambar: Kawasan Darmo.
Salah satu celah yang baik dalam melakukan co-branding, sekaligus menyebarkan idealisme, adalah melalui pendidikan dan edukasi. Kamu tentu mengenal Darwis Triadi, bukan? Menurut Anton, Darwis punya pengaruh yang sangat besar dalam dunia fotografi karena sumbangsihnya terhadap pendidikan, yakni melalui sekolah fotografi yang ia dirikan.
“Ibaratnya kamu menyebarkan idealisme ke 1000 orang dan diterima oleh 5 orang, dengan pendidikan, 5 orang tersebut akan menyebarkan kembali ke orang lain”
Dengan kata lain, kamu mentransfer pemikiran dan wawasanmu ke orang banyak, dan dalam skala besar hal tersebut dapat menjadi pengaruh yang kuat di masyarakat.
Jenius juga menerapkan hal yang sama melalui serangkaian kelas finansial. Jenius selalu meyakini bahwa setiap aktivitas yang kita lakukan memiliki konsekuensi finansial. Karena itu, edukasi mengenai hal tersebut perlu diberikan agar tercipta masyarakat yang melek finansial.
Bagaimana menurut kamu, apakah pendidikan dan edukasi adalah strategi co-branding yang paling tepat? Share di kolom komentar atau di forum diskusi Jenius Co.Create ya!
Suasana saat sharing session bersama Anton dan Ivan. Sumber gambar: Kawasan Darmo.
Rara, salah satu peserta yang aktif bertanya saat sharing session berlangsung. Sumber gambar: Kawasan Darmo
Selain sharing session, kolaborasi ini juga menghadirkan beberapa showcase produk lokal dari Surabaya. Sumber gambar: Kawasan Darmo
Sharing session ini merupakan hasil kolaborasi Jenius dan Kawasan Darmo, Creative Day Vol.3 “Co-branding for Success” pada tanggal 21 September di Qubicle Senopati 84, Surabaya. Gak mau ketinggalan event menarik selanjutnya? Klik di sini.
Comments ( 0 )