Pas awal isi kuis, agak normatif dan hasilnya eustress. Terus ulang, isi dengan jujur… lalu hasilnya normal. 😐
Hi Co.Creators!
Gak terasa ya, kita semua sudah melalui pandemi yang rasanya gak selesai-selesai, tapi mendadak sudah lewat setengah tahun. Pandemi mengubah banyak hal di hidup kita dalam waktu singkat. Aktivitas dan interaksi sosial kita jadi terbatas. Belum lagi dampak terhadap pendidikan dan pekerjaan, serta hal-hal lain yang sebelumnya mungkin gak pernah kamu bayangkan.
Perubahan-perubahan drastis dalam waktu singkat ini tentu saja gak cuma memengaruhi kondisi fisik, tapi juga psikis kamu. Salah satu yang pasti dialami oleh semua orang akibat situasi ini tentu saja adalah stres.
Apa itu Stres?
Stres didefinisikan sebagai respons fisik maupun psikologis yang muncul dalam situasi yang melebihi kemampuan atau daya kita dalam menghadapinya. Stres sering kali muncul dalam situasi yang serba gak pasti, kondisi yang membahayakan atau mengganggu, paparan informasi yang menimbulkan rasa cemas, kehilangan (orang yang dikasihi, pekerjaan, rutinitas sehari-hari, kontrol, dan peran sosial), dan semua hal sedang kita alami saat ini. Penelitian terbaru dari Asosiasi Psikologi Amerika memberikan gambaran dampak psikologis stres dari pandemi yang ternyata gak cuma terjadi pada kategori usia tertentu, tapi juga dialami semua rentang usia.
Stres pada Anak
Pada usia anak-anak, respons emosional dan perilaku selama pandemi ditimbulkan oleh perubahan rutinitas dan keterlibatan aktivitas sosial yang biasanya mereka alami dan dapatkan dari proses belajar mengajar di sekolah. Dengan kebiasaan anak-anak bertemu guru dan teman di sekolah, rutinitas belajar di rumah aja—school from home—berpotensi jadi sumber stres yang bisa memicu masalah psikologis lainnya.
Stres pada Remaja
Berbeda dengan anak-anak, dampak psikologis yang dialami remaja selama pandemi penyebabnya lebih bervariasi. Remaja, yang sudah mulai memiliki keinginan untuk membuat keputusan sendiri dalam hidupnya, cenderung merasa kehilangan hal ini karena aktivitas mereka jadi lebih terbatas dan lebih berada di bawah kontrol orang tua. Yang biasanya di sekolah atau kampus sampai sore, kali ini 1×24 jam mesti berada di rumah dan bertemu orang tua. Belum lagi kalau orang tuanya punya masalah psikologis sendiri (yang biasanya merupakan masalah pengendalian emosi), remaja jadi lebih sering menghadapi kondisi ini dan jelas jadi penyebab stres yang berbeda lagi. Selain itu, pandemi juga bikin remaja merasa kehilangan banyak momen penting dalam hidupnya kayak acara kelulusan SMA, OSPEK, bahkan wisuda. Padahal, hal-hal ini masuk dalam kategori hal penting yang gak bakalan pernah terulang di dalam hidup mereka.
Belum lagi, pandemi yang gak selesai-selesai membuat masa depan yang sebelumnya terasa gak jelas, makin terasa lebih gak jelas. Para remaja jadi bingung harus melakukan apa untuk bisa bertahan di masa depan. Yang awalnya mau kuliah dulu baru kerja, jadi mikir lagi karena belum tentu jurusan kuliah yang mereka pilih akan membantu mereka mendapatkan pekerjaan kalau kondisi masih seperti ini. Yang berniat langsung kerja juga jadi galau: boro-boro karyawan baru, yang lama saja banyak yang di-lay off. Yang sudah kuliah malah lebih bingung lagi karena gak tahu setelah ini mau gimana. “Don’t grow up, it’s a trap” kayaknya memang pantas dijadikan jargon terutama dalam kondisi kayak sekarang. Iya gak sih?
Stres pada Dewasa dan Lanjut Usia
Sementara anak-anak dan remaja dibuat stres dengan kehilangan aktivitas sosial dan kemandirian serta kebebasan mereka, para orang dewasa dibuat stres gak cuma karena perubahan sosial, tapi juga finansial. Bukan cuma itu, dinamika yang terjadi dalam kategori usia dewasa juga bervariasi. Beberapa orang dewasa yang belum sepenuhnya mandiri secara finansial dan punya kesulitan ekonomi karena pandemi kemungkinan besar harus pulang ke rumah orang tua.
Stres? Tentu. Ketika berada dalam usia dewasa, kita telah sepenuhnya memiliki hak dan tanggung jawab atas berbagai keputusan dalam hidup kita sendiri. Sayangnya, kepemilikan hak dan tanggung jawab ini kadang gak bisa kita dapatkan kalau masih tinggal sama orang tua. Makanya, bagi orang-orang dewasa awal yang tadinya sudah mulai tinggal sendiri, kembali tinggal bareng orang tua tuh menimbulkan banyak “kebingungan” dalam peran orang dewasa. Karena mereka kembali menjadi—dan diperlakukan—sebagai anak, tapi di sisi lain telah memiliki kebutuhan untuk bebas dan merdeka dari aturan-aturan yang mungkin sudah gak relevan lagi dalam hidup mereka.
Bagi orang-orang dewasa lain, pandemi menyebabkan berbagai masalah seperti tertundanya berbagai aktivitas yang sudah lama direncanakan (misalnya traveling), kesulitan mengakses pendidikan dan pelatihan yang harus diberikan secara tatap muka, terbatasnya lapangan pekerjaan, pemotongan gaji, serta perubahan pola pengasuhan anak.
Pada orang-orang lanjut usia, pembatasan aktivitas membuat mereka cenderung merasa kehilangan dukungan sosial dan merasa kesepian. Hal ini juga bikin stres, merasa cemas, dan depresi pada orang-orang lanjut usia mengalami peningkatan selama pandemi.
Kamu sendiri ada di kategori usia yang mana? Mau dalam kategori usia mana pun, meski penyebab dan dinamika stres yang terjadi berbeda di tiap kategorinya, kamu harus sadar bahwa terdapat hubungan dua arah antara kondisi psikologis dan fisik kamu.
Pengaruh Stres pada Kondisi Fisik
Apa pun penyebabnya, stres yang kamu alami, kalau gak dikelola bakal kasih dampak negatif buat tubuh kamu, salah satunya penurunan kekebalan tubuh. Padahal, salah satu senjata yang paling ampuh buat melawan virus kan kekebalan tubuh. Kalau kita terus-terusan stres dan kekebalan tubuh kita menurun, gimana kita bisa tetap kuat melawan virus?
Lantas, apa itu artinya kita gak boleh stres?
Stres sebenarnya adalah hal alami yang terjadi saat kita menghadapi sesuatu yang gak bisa kita kendalikan, seperti sekarang. Stres juga merupakan sesuatu yang wajar dan gak selalu bermakna negatif kok! Kok, bisa? Ya, karena stres terbagi menjadi dua jenis, yaitu stres yang positif (eustress) dan stres yang negatif (distress).
Eustress & Distress
Gimana caranya kita tahu kita sedang mengalami eustress atau distress?
Positif dan negatif kondisi stres ditentukan oleh gimana kita menghadapi dan mengelolanya. Kalau saat mengalami kondisi stres membuat kamu melakukan hal-hal yang positif seperti berolahraga, mengalihkan pikiran dengan melakukan aktivitas dan hobi yang menyenangkan, berusaha menyibukkan diri dengan hal-hal yang produktif, maka bisa dibilang kalau stres yang kamu alami adalah stres yang positif atau eustress.
Nah, sebaliknya, kalau dalam kondisi stres membuat kamu malas beraktivitas, menghindari lingkungan sosial, atau gak mau melakukan hobi yang selama ini disukai… wah, kamu berarti sedang mengalami stres yang negatif atau distress.
Hmm… kira-kira selama ini Co.Creators mengalami distress atau eustress nih?
Comments ( 2 )