Co.Creation Week 2019 telah usai. Ada berbagai insight menarik mengenai teknologi dan finansial yang didapat dari para pembicara di Jenius Conference.
Buat kamu yang ketinggalan atau berhalangan hadir, kami telah merangkum beberapa highlight serta keseruan selama acara yang menarik untuk disimak. Mulai dari langkah-langkah pengolahan data hingga perencanaan keuangan untuk start-up.
Mempraktikkan konsep UX dan Design Thinking
Sebelum mempraktikkan setiap proses UX design, peserta sudah lebih dulu dibekali dengan pengetahuan awal mengenai konsep UX dan Design Thinking.
Workshop bersama Cipta Pratama, Co-Founder UXiD, dan tim UX Jenius kali ini mengambil topik tentang dasar-dasar dari proses UX design. Cipta mengawali workshop dengan membekali peserta pengetahuan awal yang bisa dijadikan acuan untuk sesi praktik berikutnya.
Peserta secara berkelompok diajak untuk memecahkan permasalahan dari beragam topik berbeda melalui proses seperti user interview, synthesizing interview data, sketch-storming, wireframing, prototyping, dan ditutup dengan usability testing.
Suasana saat tech workshop berlangsung.
Dalam pembentukan kelompok, para mentor berusaha mengombinasikan latar belakang peserta. Sehingga ketika melakukan brainstorming, mereka bisa saling memberikan perspektif berbeda. Menutur para mentor, konsep ini penting sebab ide yang baik tidak bisa berkembang dalam tim yang homogen. Tim yang baik adalah tim yang memiliki beragam perspektif namun tetap fokus pada tujuan yang sama.
Dasar-dasar React Native
Antusiame peserta sangat terasa mulai dari awal hingga akhir workshop!
Selain workshop UX design, ada juga workshop React Native yang dipandu langsung oleh tim IT Jenius. Sidigdoyo Pribadi , Digital Banking – Front End Chapter Lead Jenius, sebagai salah satu mentor lebih dulu memberikan penjelasan mengenai tools yang digunakan. Menurut Sidig, yang paling menarik dari workshop kali ini adalah meski belum banyak mengetahui seluk beluk coding terutama bahasa pemrograman Javascript dan sempat kesulitan di awal praktik, peserta yang rata-rata masih mahasiswa ini sangat antusias mengikuti kelas.
Selama workshop, setiap peserta dipandu langsung oleh mentor berpengalaman.
Mengolah data jadi lebih berguna
Adrian. selaku GO-JEK Business Intelligence Group Head, memberikan gambaran mengenai langkah-langkah pengolahan data yang biasa ia lakukan di GO-JEK.
“Kita berada di era yang mana ada terlalu banyak informasi dan data yang masuk,” ungkap Adrian. Sayangnya semakin banyak data, membuat pengambilan keputusan jadi semakin sulit, bahkan cenderung bias. Di sinilah peran seorang Business Intelligence untuk mengolah data menjadi lebih berguna sehingga dapat memberikan visi yang jelas dalam pengambilan keputusan. Adrian menganjurkan untuk lebih dulu menetapkan outcome yang diharapkan sebelum terjun mengolah data. “Jadi kita bisa tentukan prioritas sekaligus tau mana data yang memang berguna atau hanya noise,” tuturnya.
Berdasarkan outcome yang sudah ditentukan tadi, data kemudian dipisahkan dan dikelompokkan sesuai dengan kesamaan kriteria. Kemudian dari kelompok-kelompok data tersebut, diputuskan kelompok data mana yang bisa kita ambil informasinya. Sebaiknya pilih data yang benar-benar insightful, yaitu data yang bisa menjawab outcome yang ditentukan di awal dan bisa membantu pengambilan keputusan.
Penerapan Internet of Things (IoT) di Indonesia
Suasana talkshow Internet of Things bersama Alfred Budiman, Managing Director Samsung.
Mengapa belum ada produk Internet of Things yang digunakan dalam skala nasional? Pertanyaan menggelitik itulah yang dilontarkan Alfred di awal sesi. Menurutnya produk IoT masih sangat bergantung dengan device, infrastruktur, dan human intelligence. Kalau salah satu dari ketiganya belum mendukung, maka gak heran apabila beberapa produk IoT hanya bisa dirasakan beberapa kelompok masyarakat saja.
Bagaimana dengan industri perbankan? IoT berkaitan erat dengan interoperability. Di industri perbankan, hal seperti ini masih menjadi tantangan. Sebab setiap bank memiliki aturan dan kebijakan berbeda, terutama bila menyangkut data nasabah. Alfred mengakui bahwa memang belum ada kisah sukses penerapan IoT di industri perbankan. Namun ia percaya bahwa sebenarnya penerapan IoT pada perbankan ini masih punya titik terang. Semua tergantung pada ekosistem serta bagaimana anggota ekosistem tersebut berinteraksi dan berkolaborasi satu sama lain.
Memahami konsep Artificial Intelligence (AI) yang sebenarnya
Usai menjelaskan materi, sesi pun berlanjut ke tanya jawab dan diskusi.
Banyak yang salah kaprah dengan konsep Artificial Intelligence. Salah satunya anggapan bahwa AI bisa menyelesaikan masalah bisnis apa pun. Hal inilah yang berusaha diluruskan oleh Ahmad Rizqi Meydiarso, CTO & Co-Founder Kata.ai. Baginya, memang banyak yang bisa dilakukan oleh AI, potensinya tahun ini pun kian meningkat. Tapi asumsi dan pemahaman yang salah tidak akan membawa bisnis mencapai tujuan. “AI itu sebenarnya sangat luas, cakupannya pun sangat banyak,” tuturnya.
Melalui talkshow kali ini, Ahmad banyak menjelaskan sejarah AI dari awal tahun 1930-an, yaitu mesin yang diberi nama Vaucanson Automata, hingga tahun 2000-an yang kini dikenal dengan istilah machine learning, salah satu cakupan dari AI. Selain itu, Ahmad juga menjelaskan tentang hardware, software, hingga kerangka kerja AI. Gak hanya itu, mengingat semakin populernya machine learning, Ahmad juga menjelaskan tipe-tipe machine learning, yaitu Reinforcement Learning, Supervised Learning, dan Unsupervised Learning serta fungsinya masing-masing.
Setelah acara, para peserta juga masih berkesempatan untuk melanjutkan diskusi dengan pembicara.
Selain ketiga tech talks di atas, ada pula talkshow mengenai konsep agile working untuk bisnis dan IT bersama Preethi Madhu serta talkshow mobility dan security bersama Stefan Streichsbier.
Preethi Madhu, Director Greyamp Consulting, saat menjelaskan pemahaman dan konsep agile working.
Pada talkshow Mobility & Security, ada pakar teknologi Stefan Streichsbier yang saat ini sedang menjabat sebagai CTO Numisec.
Tips membangun bisnis retail
Kleting menceritakan pahit manis pengalamannya merintis fashion retail.
Baik Kleting Titis Wigati, Founder KLE maupun Kevin Pudjiadi, CFO Leafwell Group, sama-sama setuju bahwa membangun bisnis retail saat ini sudah jauh lebih mudah. Tahun 2009 lalu, Kleting harus bergerilya memasarkan local fashion brand miliknya, KLE, melalui e-mail. Untuk bisa masuk ke mall, Kleting perlu modal dan jumlah barang yang sangat besar. Beruntung kala itu dengan usaha yang juga gak mudah, ia berkesempatan membuat store khusus untuk local brand serta berkolaborasi dengan pengusaha ritel lain. Dari sinilah ia belajar untuk lebih mendengarkan dan memahami konsumen serta mengesampingkan idealisme. Pelajaran penting yang kemudian mengantarnya pada Jakarta Fashion Week dan membuat brand KLE semakin dikenal.
Giliran Kevin Pudjiadi yang berbagi kisahnya saat membangun Leafwell.
Hal yang hampir serupa juga diungkapkan Kevin. Saat baru merintis Leafwell dan membuka store, ia sendiri yang harus mengisi kekurangan sumber daya dan secara gencar memasarkan produknya. “Saat itu belum ada delivery seperti sekarang, jadi kalau lagi kekurangan delivery, saya yang harus mengantar pesanan sendiri,” ceritanya.
Bagi Kleting dan Kevin, semakin banyaknya channel untuk memasarkan usaha mulai dari social media, e-commerce, hingga website, seharusnya mampu memudahkan pengembangan bisnis retail. Hal tersebut tentunya didukung adanya motivasi, keinginan untuk memahami pasar serta memasarkan brand yang secara tepat. Kevin menganjurkan untuk sebaiknya mulai bisnis dari sesuatu yang disukai. “When you know what you want, you’ll know the market,” tuturnya.
Memahami cara mengelola keuangan start-up
Sudahkah kamu menentukan sumber pendanaan untuk startup milikmu?
Menurut Budi, setidaknya bisnis memerlukan waktu satu sampai dua tahun untuk bisa maju. Artinya, kamu membutuhkan dana yang gak sedikit untuk menutup semua biaya operasional sampa akhirnya meraih profit. Dana untuk modal usaha ini bisa didapat dari banyak sumber. Mulai dari bootscrapping (pendanaan pribadi), crowdfunding, project financing, debt/loan, equity investment, dan lainnya. Nah, pada talkshow ini, Budi Raharjo memaparkan secara mendalam pro dan kontra setiap jenis pendanaan.
Pendanaan mana pun yang kamu pilih, pengelolaan keuangan tetap yang utama. Umumnya pemilik bisnis baru gak memahami pengelolaan arus kas serta memiliki ekspektasi yang gak relasistis terhadap pendapatan yang masuk dari penjualan. Budi menjelaskan setidaknya ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola keuangan start-up, yaitu pengeluaran, stabilitas keuangan, performa bisnis, serta pemahaman mengenai pajak.
Untuk informasi dan rangkuman lain mengenai seluruh rangkaian acara bisa kamu simak dalam liputan khusus Co.Creation Week 2019.
Punya masukan dan cerita menarik selama acara? Klik di sini.
Comments ( 0 )