Bagi mereka yang baru lulus kuliah, menentukan tempat bekerja merupakan langkah krusial sebab pilihan tersebut mempengaruhi perjalanan karier selanjutnya. Sebagian sudah menentukan pilihan, namun sebagian lainnya masih dalam pencarian dengan usaha “coba-coba”. Bagaimana denganmu?
Budaya kerja yang fleksibel membuat start-up atau digital company menjadi primadona di mata generasi millennial, namun makna fleksibilitas ini sebenarnya berbeda bagi masing-masing start-up.
Sementara di sisi lain, tidak semua perusahaan konvensional identik dengan budaya yang kaku. Pemahaman yang salah inilah yang kemudian dibedah oleh Qerja bersama Dimas Novriandi selaku Digital Banking Social and Branding Activation dari Jenius dan Ade Mayasari Nasution selaku Assisten Manager HR dari PT. Mitra Adi Perkasa (MAP) dalam talkshow yang diselenggarakan pada 28 Februari lalu di EV Hive Plaza Kuningan.
Sesuai dengan topik yang dibahas, “Digital Start Up and Conventional Scale Up: Maximizing The Best Out of Two Opposites”, talkshow ini bertujuan untuk mengeksplorasi budaya kerja baik di dalam perusahaan start-up maupun perusahaan konvensional. Bukan untuk membandingkan satu dan lainnya melainkan untuk mengetahui mana yang lebih cocok dengan kemampuan dan kepribadian. Talkshow dibuka oleh Jennifer Rusli selaku PR & Partnership dari Qerja yang mengenalkan produk terbaru dari Qareer Group Asia, yaitu Qareer App sebagai platform referral karier. Kemudian dilanjutkan dengan pengenalan produk dari beberapa partner Qerja seperti Rintisan dan Jenius.
Memasuki sesi yang paling ditunggu, baik Dimas maupun Ade saling menceritakan budaya kerja di perusahaan masing-masing. Jenius yang dikenal dengan sebutan korporat rasa start-up sedangkan MAP, meski dikenal sebagai perusahaan konvensional, juga menawarkan lingkungan kerja open space dan pakaian kerja yang casual layaknya perusahaan start-up.
Dimas dan Ade menerima sertifikat dari Giovanni selaku Marketing Manager Qareer Group Asia. Sumber gambar: Qerja.
Ade kemudian menjelaskan persentase karyawan yang bekerja di MAP, 30% berasal dari generasi baby boomer 25% dari Gen X, sisanya merupakan generasi millennial. “Untuk bisa menggaet teman-teman millennial ini, kita terus berupaya mengadakan program management trainee, khususnya di bagian Fashion dan Food & Beverage,” tambahnya.
Sedangkan di Jenius, 70% karyawan berasal dari generasi millennial. Besarnya persentase generasi millennial tersebut didukung dengan sistem agile, sehingga semua pekerjaan bisa di-track secara online maupun offline. Jadi, kata siapa kamu bisa kerja santai di start-up?
Terkait jenjang karier, Jenius memiliki cara tersendiri. Tidak ada istilah divisi melainkan squad, yang mana masing-masing squad ini bekerja untuk meraih atau menunjang tujuan tertentu. Ada squad Acquisition, Customer Engagement, Strategic Communication dan lainnya. “Setiap squad ini memiliki lead, tapi ia tidak harus selevel dengan SVP atau VP, bahkan bisa saja dia yang membawahi SVP atau VP ini. “Jadi, teman-teman muda bisa memimpin temannya yang lain selama mereka punya kompetensi dan menginginkan posisi tersebut,” jelas Dimas. Sedangkan di MAP, jenjang karier ini berbeda-beda. Pada posisi tertentu yang membutuhkan jam terbang tinggi seperti Operation Manager masih dikuasai oleh generasi baby boomer. Namun untuk posisi seperti Brand Manager dan e-Commerce Manager yang memerlukan anak muda, dipimpin oleh generasi millennial.
Ade Mayasari Nasution menjelaskan budaya kerja di PT. Mitra Adi Perkasa (MAP).
Sumber gambar: Qerja.
Tidak hanya itu, keduanya juga punya cara berbeda dalam menggaet dan mempertahankan talenta terbaik. Untuk bisa menarik calon karyawan, Jenius menawarkan fasilitas seperti area bersantai dengan games, ruang band, ruang karaoke, foodcourt yang didesain sangat nyaman dan menyenangkan serta aktivitas rutin seperti nonton bareng. Meski terdengar menarik, Jenius nyatanya cukup selektif dalam mencari talenta-talenta yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan. “Kita semua memiliki visi yang sama, visi itulah yang membuat kita seperti keluarga dan itu terasa banget,” jelas Dimas. Rasa kekeluargaan itulah yang membuat karyawan betah di Jenius.
Lain halnya dengan MAP yang lebih fokus pada edukasi karyawan. Berbagai program training, seminar, dan workshop rutin diadakan seminggu sekali. Agar bisa menggaet millennial, Ade tanpa ragu menjelaskan bahwa MAP nantinya akan mencoba menerapkan beberapa strategi dari start-up.
Dimas dan Ade menerima sertifikat dari Giovanni selaku Marketing Manager Qareer Group Asia. Sumber gambar: Qerja.
Sesi kemudian ditutup dengan statement keduanya, bahwa budaya perusahaan ini tidak selalu sama antar start-up dan perusahaan konvensional lain. Para pencari kerja tetap harus aktif mencari tahu, dan yang paling penting untuk diingat adalah tidak semua jenis budaya perusahaan cocok denganmu. Bisa saja kamu merasa gak cocok dengan budaya kerja start-up yang agile, tapi gak masalah dengan lingkungan kerja berkonsep open space yang banyak diterapkan start-up. Apa pun pilihanmu, kamu pasti bisa menyesuaikan diri. Awali dengan selalu berani mencoba dan terbuka pada segala kesempatan, selanjutnya kamu akan menemukan passion dalam diri dan karirmu.
Talkshow ini merupakan hasil kolaborasi Jenius dengan Qerja, bila kamu menginginkan kolaborasi serupa atau memiliki ide untuk event menarik lainnya, daftarkan dirimu di sini.
Comments ( 0 )