Comments ( 25 )Write Response

Rio

hai Jenius team, btw kalian emang bener2 jenius sih haha soalnya aplikasi keren bgt!

mo nanya nih, aku kan sekarang kerja jadi software engineer tp pgn belajar UX, kira2 aku harus mulai dari mana ya? plus di Jogja belum ada (atau akunya yang belum tau) komunitas UX designer gitu, kebanyak UI designer yang ada.

Terima kasih 🙂

<p>hai Jenius team, btw kalian emang bener2 jenius sih haha soalnya aplikasi keren bgt!</p> <p>mo nanya nih, aku kan sekarang kerja jadi software engineer tp pgn belajar UX, kira2 aku harus mulai dari mana ya? plus di Jogja belum ada (atau akunya yang belum tau) komunitas UX designer gitu, kebanyak UI designer yang ada.</p> <p>Terima kasih 🙂</p>

29 October, 2019 Like ( 4 )

• 

  aglxn

  selamat hari ini jenius team. saya sangat senang dengan adanya aplikasi jenius dan tabungan jenius karena dapat memudahkan transaksi menabung terutama untuk saya sendiri.

   

  tapi saya belum terlalu dapat memaksimalkan penggunaan aplikasi jenius  karena menggunakan handphone dengan screen reader. yups, saya adalah seorang tuna netra dan sangat tertarik dengan ke mudahan yang di berikan aplikasi jenius.

   

  namun, sayangnya aplikasi jenius masih sulit terbaca oleh screen reader, bahkan untuk cek saldo saja tidak terbaca berapa saldo yang ada di rekening jenius saya. selain itu masih banyak juga yang belum terbaca oleh screen reader di handphone android saya. padahal pengguna jenius saat ini tidak hanya orang-orang yang melihat saja, saya dan teman-teman tuna netra lainnyapun sangat terbantu dengan adanya aplikasi jenius ini..

   

  saya sangat berharap  semoga kedepan  jenius team lebih dapat mengembangkan aplikasi jenius agar lebih aksesibel dengan tuna netra. agar nasabah tuna netra jenius juga dapat memaksimalkan penggunaan dan merasakan ke udahan yang semestinya dengan aplikasi jenius.

  terimakasih team jenius. good job.

   

  <p>selamat hari ini jenius team. saya sangat senang dengan adanya aplikasi jenius dan tabungan jenius karena dapat memudahkan transaksi menabung terutama untuk saya sendiri.</p> <p> </p> <p>tapi saya belum terlalu dapat memaksimalkan penggunaan aplikasi jenius  karena menggunakan handphone dengan screen reader. yups, saya adalah seorang tuna netra dan sangat tertarik dengan ke mudahan yang di berikan aplikasi jenius.</p> <p> </p> <p>namun, sayangnya aplikasi jenius masih sulit terbaca oleh screen reader, bahkan untuk cek saldo saja tidak terbaca berapa saldo yang ada di rekening jenius saya. selain itu masih banyak juga yang belum terbaca oleh screen reader di handphone android saya. padahal pengguna jenius saat ini tidak hanya orang-orang yang melihat saja, saya dan teman-teman tuna netra lainnyapun sangat terbantu dengan adanya aplikasi jenius ini..</p> <p> </p> <p>saya sangat berharap  semoga kedepan  jenius team lebih dapat mengembangkan aplikasi jenius agar lebih aksesibel dengan tuna netra. agar nasabah tuna netra jenius juga dapat memaksimalkan penggunaan dan merasakan ke udahan yang semestinya dengan aplikasi jenius.</p> <p>terimakasih team jenius. good job.</p> <p> </p>

  29 October, 2019 Like ( 1 )
• 

  MegaCynthia

  Hai Kak Aglxn,

  Wah terima kasih atas informasi dan masukkan kamu, ya. Kami jadi tahu kalau aplikasi Jenius banyak dipakai oleh komunitas tuna netra. Kami sangat senang mendengar antusias kamu dan teman-teman kamu.

  Saat ini, tim Development kami memang sedang meng-explore accessibility untuk tuna netra. Semoga kedepannya aplikasi Jenius bisa dipakai oleh semua orang tanpa ada keterbatasan.

  Semoga informasi di atas bermanfaat, ya. 🙂

  <p>Hai Kak Aglxn,</p> <p>Wah terima kasih atas informasi dan masukkan kamu, ya. Kami jadi tahu kalau aplikasi Jenius banyak dipakai oleh komunitas tuna netra. Kami sangat senang mendengar antusias kamu dan teman-teman kamu.</p> <p>Saat ini, tim Development kami memang sedang meng-<em>explore</em> <em>accessibility</em> untuk tuna netra. Semoga kedepannya aplikasi Jenius bisa dipakai oleh semua orang tanpa ada keterbatasan.</p> <p>Semoga informasi di atas bermanfaat, ya. 🙂</p>

  30 October, 2019 Like ( 3 )
• 

  Arion

  Hai Kak Rio,

  Terima kasih atas antusiasme kamu ya. Saya Arion, UI/UX Designer Jenius akan membantu menjawab pertanyaan kamu.

  Btw, aku juga dulunya software engineer loh dan akhirnya memutuskan untuk fokus menjadi UI/UX Designer.

  Untuk memulai karir di bidang UX, pertama-tama kamu harus memahami UX dulu dengan cara mengikuti beberapa online course seperti:

  https://www.interaction-design.org/

  https://trydesignlab.com/

  https://www.udemy.com/user/joenatoli/

  atau kamu bisa membaca beberapa artikel gratis di beberapa website atau social media berikut:

  Web:

  https://uxplanet.org/

  https://medium.com/@frogdesign

  https://medium.com/@gdesign.core

  Social Media:

  https://www.instagram.com/ui__ux/

  https://www.instagram.com/uxresearchstudy/

  Atau kamu bisa juga join ke komunitas UXID:

  https://uxid.org/

  Dan tentunya setelah kamu membaca atau mengikuti beberapa online course tersebut, jangan lupa untuk langsung mempraktekkan apa yang sudah kamu dapat dan pelajari agar skill kamu semakin terasah.

  Kamu bisa mulai dari hal-hal kecil seperti melakukan pendekatan terhadap customer dengan cara FGD (Focus Group Discussion) atau indepth interview kemudian kamu bisa melakukan analisis terhadap informasi yang sudah kamu dapatkan untuk menentukan masalah yang dihadapi oleh customer. Setelah itu kamu bisa lanjut menentukan solusi untuk menjawab masalah tersebut kemudian kamu bisa memulai membuat wireframe/prototype untuk dites ke user

  Oh iya, doakan juga ya semoga kami bisa berkunjung ke Jogja dan ngadain sharing session mengenai UI/UX di sana

  Good luck!

  <p>Hai Kak Rio,</p> <p>Terima kasih atas antusiasme kamu ya. Saya Arion, UI/UX Designer Jenius akan membantu menjawab pertanyaan kamu.</p> <p>Btw, aku juga dulunya software engineer loh dan akhirnya memutuskan untuk fokus menjadi UI/UX Designer.</p> <p>Untuk memulai karir di bidang UX, pertama-tama kamu harus memahami UX dulu dengan cara mengikuti beberapa <strong>online course</strong> seperti:</p> <p><a href="https://www.interaction-design.org/" rel="nofollow">https://www.interaction-design.org/</a></p> <p><a href="https://trydesignlab.com/" rel="nofollow">https://trydesignlab.com/</a></p> <p><a href="https://www.udemy.com/user/joenatoli/" rel="nofollow">https://www.udemy.com/user/joenatoli/</a></p> <p>atau kamu bisa membaca beberapa artikel gratis di beberapa website atau social media berikut:</p> <p><strong>Web:</strong></p> <p><a href="https://uxplanet.org/" rel="nofollow">https://uxplanet.org/</a></p> <p><a href="https://medium.com/@frogdesign" rel="nofollow">https://medium.com/@frogdesign</a></p> <p><a href="https://medium.com/@gdesign.core" rel="nofollow">https://medium.com/@gdesign.core</a></p> <p><strong>Social Media:</strong></p> <p><a href="https://www.instagram.com/ui__ux/" rel="nofollow">https://www.instagram.com/ui__ux/</a></p> <p><a href="https://www.instagram.com/uxresearchstudy/" rel="nofollow">https://www.instagram.com/uxresearchstudy/</a></p> <p>Atau kamu bisa juga join ke <strong>komunitas UXID</strong>:</p> <p><a href="https://uxid.org/" rel="nofollow">https://uxid.org/</a></p> <p>Dan tentunya setelah kamu membaca atau mengikuti beberapa online course tersebut, jangan lupa untuk langsung mempraktekkan apa yang sudah kamu dapat dan pelajari agar skill kamu semakin terasah.</p> <p>Kamu bisa mulai dari hal-hal kecil seperti melakukan pendekatan terhadap customer dengan cara FGD (Focus Group Discussion) atau indepth interview kemudian kamu bisa melakukan analisis terhadap informasi yang sudah kamu dapatkan untuk menentukan masalah yang dihadapi oleh customer. Setelah itu kamu bisa lanjut menentukan solusi untuk menjawab masalah tersebut kemudian kamu bisa memulai membuat wireframe/prototype untuk dites ke user</p> <p>Oh iya, doakan juga ya semoga kami bisa berkunjung ke Jogja dan ngadain sharing session mengenai UI/UX di sana</p> <p>Good luck!</p>

  30 October, 2019 Like ( 0 )

• 

  alvina

  Hai Kak Stefanidh. Terima kasih untuk pertanyaannya.
  Salam kenal, aku Alvina, UX Writer di Jenius.

  Aku coba jawab, ya.

   

  Sekarang ini ada 2 role di dalam Chapter UI/UX Jenius yaitu: UI/UX designer dan UX writer.

  1. UI/UX designer
  Temen-temenku yang designer men-design user flow, wireframe hingga final design dengan mengedepankan user experience berdasarkan hasil research dan customer feedback.

  2. UX Writer
  Aku sebagai UX writer fokus membuat konten tulisan di setiap halaman aplikasi mulai dari judul, deskripsi, label di button, hingga success/error message dan juga notifikasi yang diterima oleh user.

   

  Tentunya pengisian konten ini tidak bisa dikerjakan hanya oleh UX writer. UX writer harus banyak berdiskusi dan bertukar pikiran dengan UI/UX designer, squad Customer Experience, developer, dan juga dengan squad BrandComm agar hasil tulisan yang dibuat bisa menginformasikan dengan baik apa yang user bisa lakukan di suatu halaman dan bisa membantu user menyelesaikan suatu aktivitas dengan menggunakan gaya bahasa Jenius (sesuai dengan brand).

   

  Untuk kesehariannya UI/UX designer dan UX writer memang harus kerja bareng, gak boleh sendiri-sendiri. Kami selalu ngobrol bareng mulai dari diskusi user flow dari awal hingga tahap akhir design dan konten yang digunakan. Karena kalau design-nya sudah intuitive, tapi deskripsi atau konten di halaman tersebut berbelit-belit, user pasti akan merasa bingung. Begitu juga kebalikannya. Misal deskripsi atau konten sudah jelas dan sesuai, tapi design-nya tidak mudah dipahami, user juga akan kesulitan menyelesaikan aktivitas di aplikasi.

   

  Semoga ini bisa menjawab pertanyaan kamu, ya. 🙂

  <p>Hai Kak Stefanidh. Terima kasih untuk pertanyaannya.<br /> Salam kenal, aku Alvina, UX Writer di Jenius.</p> <p>Aku coba jawab, ya.</p> <p> </p> <p>Sekarang ini ada 2 <em>role</em> di dalam Chapter UI/UX Jenius yaitu: UI/UX designer dan UX writer.</p> <p>1. UI/UX designer<br /> Temen-temenku yang designer men-design <em>user flow</em>, <em>wireframe</em> hingga <em>final design</em> dengan mengedepankan <em>user experience</em> berdasarkan hasil research dan <em>customer feedback</em>.</p> <p>2. UX Writer<br /> Aku sebagai UX writer fokus membuat konten tulisan di setiap halaman aplikasi mulai dari judul, deskripsi, label di <em>button</em>, hingga <em>success/error message</em> dan juga notifikasi yang diterima oleh user.</p> <p> </p> <p>Tentunya pengisian konten ini tidak bisa dikerjakan hanya oleh UX writer. UX writer harus banyak berdiskusi dan bertukar pikiran dengan UI/UX designer, squad Customer Experience, developer, dan juga dengan squad BrandComm agar hasil tulisan yang dibuat bisa menginformasikan dengan baik apa yang user bisa lakukan di suatu halaman dan bisa membantu user menyelesaikan suatu aktivitas dengan menggunakan gaya bahasa Jenius (sesuai dengan <em>brand</em>).</p> <p> </p> <p>Untuk kesehariannya UI/UX designer dan UX writer memang harus kerja bareng, gak boleh sendiri-sendiri. Kami selalu ngobrol bareng mulai dari diskusi <em>user flow</em> dari awal hingga tahap akhir <em>design</em> dan konten yang digunakan. Karena kalau <em>design</em>-nya sudah <em>intuitive</em>, tapi deskripsi atau konten di halaman tersebut berbelit-belit, user pasti akan merasa bingung. Begitu juga kebalikannya. Misal deskripsi atau konten sudah jelas dan sesuai, tapi <em>design</em>-nya tidak mudah dipahami, user juga akan kesulitan menyelesaikan aktivitas di aplikasi.</p> <p> </p> <p>Semoga ini bisa menjawab pertanyaan kamu, ya. 🙂</p>

  30 October, 2019 Like ( 0 )

• 

  MegaCynthia

  Hai Kak Fajri121,

  Perkenalkan aku Mega UI/UX designer Jenius. Terima kasih atas pertanyaan dan antusiasme kamu, ya.

  Di Jenius, dalam pengembangan suatu fitur maupun pembuatan fitur baru, biasanya bermula dari inisiatif yang datang dari business goals (dalam hal ini stakehlolders), bisa juga dari Product Owner dan/atau tim UI/UX, ataupun dari feedback para pengguna Jenius itu sendiri. Dari inisiatif atau feedback tersebut, barulah kita memulai proses Design Thinking dari melakukan research, menentukan problem apa yang dirasakan user dan perlu dicari solusinya, lalu melakukan ideation yang kemudian dibuat prototype dan divalidasi kembali ke pengguna Jenius.

  Dalam proses ideation dan pembuatan wireframe maupun final design, biasanya kami mencari inspirasi dari real products (dalam hal ini produk banking atau fintech yang ada di dalam maupun luar negeri), dari real maupun explorative projects di situs-situs portfolio design (selain Dribbble, Behance, dan akun-akun inspirasi UI/UX di Instagram, kita juga sering melihat Case Study Club, Awwwards, dan UI Movement), juga tentunya banyak membaca dari blog dan artikel tentang UI/UX design. Inspirasi memang sangat membantu khususnya untuk pemula. Tapi sebagai designer, kita boleh terinspirasi namun jangan sampai plagiat ya, hehe.

  Komposisi/layout dan pemilihan warna memang penting untuk membuat suatu design yang visually appealing, tapi yang tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan hal-hal detail dan functionality UI tersebut, dan inilah yang sering kurang diperhatikan banyak pemula. Contohnya:

  – Padding dan margin: Jarak2 antar object, text dan container tidak terlalu dekat juga tidak terlalu jauh.
  – Text yang mudah dibaca: jenis font, ukuran text, jarak antar baris, dan penentuan warna text di atas warna background.
  – Hierarchy: pembedaan judul dan body copy, juga urutan informasi yang ditangkap paling pertama hingga paling terakhir oleh pengguna.
  – Membedakan jenis antar komponen dan state suatu komponen: Misalnya, jenis komponen antara field yang bisa dan tidak bisa diisi, pembedaan komponen yang hanya informasi dan yang bisa dilakukan suatu action.
  – Penggunaan efek drop shadow yang tidak berlebihan.

  Semoga membantu, ya.

  <p>Hai Kak Fajri121,</p> <p>Perkenalkan aku Mega UI/UX designer Jenius. Terima kasih atas pertanyaan dan antusiasme kamu, ya.</p> <p>Di Jenius, dalam pengembangan suatu fitur maupun pembuatan fitur baru, biasanya bermula dari inisiatif yang datang dari business goals (dalam hal ini <em>stakehlolders</em>), bisa juga dari Product Owner dan/atau tim UI/UX, ataupun dari <em>feedback</em> para pengguna Jenius itu sendiri. Dari inisiatif atau <em>feedback</em> tersebut, barulah kita memulai proses <em>Design Thinking</em> dari melakukan <em>research</em>, menentukan problem apa yang dirasakan user dan perlu dicari solusinya, lalu melakukan <em>ideation</em> yang kemudian dibuat <em>prototype</em> dan divalidasi kembali ke pengguna Jenius.</p> <p>Dalam proses <em>ideation</em> dan pembuatan wireframe maupun final design, biasanya kami mencari inspirasi dari real products (dalam hal ini produk <em>banking</em> atau <em>fintech</em> yang ada di dalam maupun luar negeri), dari real maupun explorative projects di situs-situs portfolio design (selain Dribbble, Behance, dan akun-akun inspirasi UI/UX di Instagram, kita juga sering melihat Case Study Club, Awwwards, dan UI Movement), juga tentunya banyak membaca dari blog dan artikel tentang UI/UX design. Inspirasi memang sangat membantu khususnya untuk pemula. Tapi sebagai designer, kita boleh terinspirasi namun jangan sampai plagiat ya, hehe.</p> <p>Komposisi/layout dan pemilihan warna memang penting untuk membuat suatu design yang visually appealing, tapi yang tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan hal-hal detail dan <em>functionality</em> UI tersebut, dan inilah yang sering kurang diperhatikan banyak pemula. Contohnya:</p> <p>– Padding dan margin: Jarak2 antar object, text dan container tidak terlalu dekat juga tidak terlalu jauh.<br /> – Text yang mudah dibaca: jenis font, ukuran text, jarak antar baris, dan penentuan warna text di atas warna background.<br /> – Hierarchy: pembedaan judul dan body copy, juga urutan informasi yang ditangkap paling pertama hingga paling terakhir oleh pengguna.<br /> – Membedakan jenis antar komponen dan state suatu komponen: Misalnya, jenis komponen antara field yang bisa dan tidak bisa diisi, pembedaan komponen yang hanya informasi dan yang bisa dilakukan suatu action.<br /> – Penggunaan efek drop shadow yang tidak berlebihan.</p> <p>Semoga membantu, ya.</p>

  30 October, 2019 Like ( 1 )
• f

  fajri121

  Hi Jenius Team,
  Thanks a lot untuk ka Mega untuk respond nya.

  Kalo boleh tau, apakah tim jenius punya design system untuk aplikasi, website, bahkan forum cocreate ini?
  dan ideation awal dalam pembuatan design system ini gimana sih?

  Thank’s a lot

  <p>Hi Jenius Team,<br /> Thanks a lot untuk ka Mega untuk respond nya.</p> <p>Kalo boleh tau, apakah tim jenius punya design system untuk aplikasi, website, bahkan forum cocreate ini?<br /> dan ideation awal dalam pembuatan design system ini gimana sih?</p> <p>Thank’s a lot</p>

  31 October, 2019 Like ( 0 )
• 

  MegaCynthia

  Hi kak Fajri121,

  Di Jenius, tim UI/UX yang membuat/mengembangkan aplikasi berbeda dengan tim UI/UX yang membuat/mengembangkan website jenius.com dan cocreate.id. Kami sebagai tim UI/UX yang membuat/mengembangkan aplikasi memiliki Style Guide yang dipakai sebagai acuan untuk sesama designer dan juga developer. Kami juga memiliki Library Design yang berisi komponen-komponen / aset-aset UI Jenius yang biasa kami pake kembali (reuse) di screen-screen yang baru, sehingga komponen yang ada di dalam aplikasi Jenius menjadi consistent.

  Kami mulai membuat Style Guide ini setelah aplikasi Jenius diluncurkan bulan Agustus 2016 lalu. Artinya, ketika itu masih banyak elemen UI di aplikasi Jenius yang masih belum konsisten. Sebelum membuat Style Guide, terlebih dahulu kami melakukan audit terhadap keseluruhan aplikasi Jenius dan menentukan beberapa basic elemen seperti system colour; margin & padding pada berbagai macam jenis halaman dan pop up; typography seperti jenis, ukuran, line height dan warna text; jenis dan state pada button, field, snack bar, drawer, tabs, dan navigation; ukuran dan jenis-jenis ilustrasi dan icon, dan sebagainya. Saat ini, kami sedang mengembangkan Style Guide yang kami miliki untuk menjadi sebuah Design System yang ideal.

   

  Semoga menjawab pertanyaan kamu, ya.

  <p>Hi kak Fajri121,</p> <p>Di Jenius, tim UI/UX yang membuat/mengembangkan aplikasi berbeda dengan tim UI/UX yang membuat/mengembangkan website jenius.com dan cocreate.id. Kami sebagai tim UI/UX yang membuat/mengembangkan aplikasi memiliki Style Guide yang dipakai sebagai acuan untuk sesama designer dan juga developer. Kami juga memiliki Library Design yang berisi komponen-komponen / aset-aset UI Jenius yang biasa kami pake kembali (reuse) di screen-screen yang baru, sehingga komponen yang ada di dalam aplikasi Jenius menjadi consistent.</p> <p>Kami mulai membuat Style Guide ini setelah aplikasi Jenius diluncurkan bulan Agustus 2016 lalu. Artinya, ketika itu masih banyak elemen UI di aplikasi Jenius yang masih belum konsisten. Sebelum membuat Style Guide, terlebih dahulu kami melakukan audit terhadap keseluruhan aplikasi Jenius dan menentukan beberapa basic elemen seperti system colour; margin & padding pada berbagai macam jenis halaman dan pop up; typography seperti jenis, ukuran, line height dan warna text; jenis dan state pada button, field, snack bar, drawer, tabs, dan navigation; ukuran dan jenis-jenis ilustrasi dan icon, dan sebagainya. Saat ini, kami sedang mengembangkan Style Guide yang kami miliki untuk menjadi sebuah Design System yang ideal.</p> <p> </p> <p>Semoga menjawab pertanyaan kamu, ya.</p>

  05 November, 2019 Like ( 0 )

Belly

1. Bagaimana penerapan metode Design Thinking di team Jenius sendiri?

2. Apa plus minus dari penerapan Design Thinking itu sendiri?

3.  Apakah Design Thinking bisa diterapkan di semua company?

<p>1. Bagaimana penerapan metode Design Thinking di team Jenius sendiri?</p> <p>2. Apa plus minus dari penerapan Design Thinking itu sendiri?</p> <p>3.  Apakah Design Thinking bisa diterapkan di semua company?</p>

29 October, 2019 Like ( 1 )

• 

  MegaCynthia

  Hai Kak Belly,

  Perkenalkan aku Mega UI/UX designer Jenius. Terima kasih atas pertanyaan kamu, aku akan coba jawab ya, kak.

  Inti dari penerapan Design Thinking adalah berfokus kepada memberikan solusi untuk masalah dan kebutuhan user. Sehingga, salah satu kelebihan yang dirasakan adalah designer, tim development dan company tidak membuang-buang waktu membuat/mengembangkan fitur berdasarkan asumsi saja, yang ternyata tidak dibutuhkan oleh user. Penerapan Design Thinking itu sendiri bahkan tidak hanya untuk company bisnis saja, namun bisa juga untuk institusi pemerintah, institusi pendidikan, penyedia layanan kesehatan, dan sebagainya. Karena inti Design Thinking adalah mengedepankan penyelesaian permasalahan yang berpusat pada manusia.

  Tantangannya mungkin adalah bagaimana menerapkan Design Thinking ke dalam company yang stakeholdernya belum mengerti betapa pentingnya penerapan Design Thinking, seperti misalnya ingin membuat sesuatu berdasarkan keinginan/asumsi mereka sendiri, hanya ingin produknya segera diluncurkan di pasar, atau bahkan meniru competitor yang produknya sudah berhasil di pasar. Namun, at the end of the day, dengan customer feedback dan data performa fitur, stakeholders dapat melihat perbedaan signifikan antara pembuatan/pengembangan fitur yang menerapkan design thinking dan yang tidak.

  Untungnya, karena Jenius memegang value customer focus dan agile way of working, para stakeholder selalu mendukung tim kami untuk menerapkan proses Design Thinking ini. Penerapannya di team Jenius sendiri, bisa kamu baca di artikel kami berikut ini ya, kak http://bit.ly/ccblog_uiux.

  Semoga menjawab pertanyaan kamu ya.

  <p>Hai Kak Belly,</p> <p>Perkenalkan aku Mega UI/UX designer Jenius. Terima kasih atas pertanyaan kamu, aku akan coba jawab ya, kak.</p> <p>Inti dari penerapan Design Thinking adalah berfokus kepada memberikan solusi untuk masalah dan kebutuhan user. Sehingga, salah satu kelebihan yang dirasakan adalah designer, tim development dan company tidak membuang-buang waktu membuat/mengembangkan fitur berdasarkan asumsi saja, yang ternyata tidak dibutuhkan oleh user. Penerapan Design Thinking itu sendiri bahkan tidak hanya untuk company bisnis saja, namun bisa juga untuk institusi pemerintah, institusi pendidikan, penyedia layanan kesehatan, dan sebagainya. Karena inti Design Thinking adalah mengedepankan penyelesaian permasalahan yang berpusat pada manusia.</p> <p>Tantangannya mungkin adalah bagaimana menerapkan Design Thinking ke dalam company yang stakeholdernya belum mengerti betapa pentingnya penerapan Design Thinking, seperti misalnya ingin membuat sesuatu berdasarkan keinginan/asumsi mereka sendiri, hanya ingin produknya segera diluncurkan di pasar, atau bahkan meniru competitor yang produknya sudah berhasil di pasar. Namun, at the end of the day, dengan customer feedback dan data performa fitur, stakeholders dapat melihat perbedaan signifikan antara pembuatan/pengembangan fitur yang menerapkan design thinking dan yang tidak.</p> <p>Untungnya, karena Jenius memegang value customer focus dan agile way of working, para stakeholder selalu mendukung tim kami untuk menerapkan proses Design Thinking ini. Penerapannya di team Jenius sendiri, bisa kamu baca di artikel kami berikut ini ya, kak <a href="http://bit.ly/ccblog_uiux" rel="nofollow">http://bit.ly/ccblog_uiux</a>.</p> <p>Semoga menjawab pertanyaan kamu ya.</p>

  04 November, 2019 Like ( 0 )

• 

  Arion

  Hai kak Uday15T

  Terima kasih sudah bertanya..

  Aku Arion UI/UX Designer Jenius akan bantu jawab pertanyaannya ya kak

  Untuk belajar UI/UX kamu bisa belajar dari mana saja kok. kamu bisa mencoba beberapa online course seperti:

  https://www.interaction-design.org/

  https://trydesignlab.com/

  https://www.udemy.com/user/joenatoli/

   

  kamu juga bisa baca-baca artikel dari sini:

  https://uxplanet.org/

  https://medium.com/@frogdesign

  https://medium.com/@gdesign.core

   

  atau kalau kamu punya akun instagram, kamu bisa follow:

  https://www.instagram.com/ui__ux/

  https://www.instagram.com/uxresearchstudy/

   

  kamu juga bisa join komunitas-komunitas seperti UXID (https://uxid.org/) mereka ada grup slack dan whatsapp loh, jadi kamu bisa diskusi di sana

   

  Kamu juga harus sering-sering explore dan mencari inspirasi design. kamu bisa lihat inspirasi design melalui dribbble.com atau behance.net. Oh iya yang perlu kamu ingat sebagai seorang designer adalah kamu boleh mencari inspirasi tapi jangan sampai menjadi plagiat ya 🙂

   

  Selamat belajar

  <p>Hai kak Uday15T</p> <p>Terima kasih sudah bertanya..</p> <p>Aku Arion UI/UX Designer Jenius akan bantu jawab pertanyaannya ya kak</p> <p>Untuk belajar UI/UX kamu bisa belajar dari mana saja kok. kamu bisa mencoba beberapa online course seperti:</p> <p><a href="https://www.interaction-design.org/" rel="nofollow">https://www.interaction-design.org/</a></p> <p><a href="https://trydesignlab.com/" rel="nofollow">https://trydesignlab.com/</a></p> <p><a href="https://www.udemy.com/user/joenatoli/" rel="nofollow">https://www.udemy.com/user/joenatoli/</a></p> <p> </p> <p>kamu juga bisa baca-baca artikel dari sini:</p> <p><a href="https://uxplanet.org/" rel="nofollow">https://uxplanet.org/</a></p> <p><a href="https://medium.com/@frogdesign" rel="nofollow">https://medium.com/@frogdesign</a></p> <p><a href="https://medium.com/@gdesign.core" rel="nofollow">https://medium.com/@gdesign.core</a></p> <p> </p> <p>atau kalau kamu punya akun instagram, kamu bisa follow:</p> <p><a href="https://www.instagram.com/ui__ux/" rel="nofollow">https://www.instagram.com/ui__ux/</a></p> <p><a href="https://www.instagram.com/uxresearchstudy/" rel="nofollow">https://www.instagram.com/uxresearchstudy/</a></p> <p> </p> <p>kamu juga bisa join komunitas-komunitas seperti UXID (<a href="https://uxid.org/" rel="nofollow">https://uxid.org/</a>) mereka ada grup slack dan whatsapp loh, jadi kamu bisa diskusi di sana</p> <p> </p> <p>Kamu juga harus sering-sering explore dan mencari inspirasi design. kamu bisa lihat inspirasi design melalui dribbble.com atau behance.net. Oh iya yang perlu kamu ingat sebagai seorang designer adalah kamu boleh mencari inspirasi tapi jangan sampai menjadi plagiat ya 🙂</p> <p> </p> <p>Selamat belajar</p>

  01 November, 2019 Like ( 0 )

Dina

Halo kakak2 sekalian. Saya mau bertanya mengenai UI/UX. Background pendidikan untuk dapat bekerja sebagao UI/UX designer harus selalu dari jurusan yang fokusnya ke dunia informatika dan komputer? Atau bisa juga di luar jurusan tersebut seperti teknik industri, teknik lingkungan dsb. Kalo bisa, bagaimana caranya untuk memahami dan dunia UX/UI Designer sehingga orang2 yang memiliki background tersebut dapat percaya diri ketika akan melamar posisi sebagai UI/UX designer? Terimakasih atas perhatiannya.

<p>Halo kakak2 sekalian. Saya mau bertanya mengenai UI/UX. Background pendidikan untuk dapat bekerja sebagao UI/UX designer harus selalu dari jurusan yang fokusnya ke dunia informatika dan komputer? Atau bisa juga di luar jurusan tersebut seperti teknik industri, teknik lingkungan dsb. Kalo bisa, bagaimana caranya untuk memahami dan dunia UX/UI Designer sehingga orang2 yang memiliki background tersebut dapat percaya diri ketika akan melamar posisi sebagai UI/UX designer? Terimakasih atas perhatiannya.</p>

29 October, 2019 Like ( 1 )

• 

  farhan

  Hallo kak dina, terimakasih atas pertanyaannya. Perkenalkan saya Farhan UI/UX Designer di Jenius.

  Sebenarnya untuk menjadi UI/UX Designer ngga harus dari background pendidikan komputer ataupun design. Karena banyak juga teman-teman experti di UI/UX mereka berasal dari berbagai background pendidikan.

  Seperti salah satu Google Expert di bidang Product Design yang berasal dari Indonesia, beliau lulusan Teknik Elektro, ada juga co-founder studio UI/UX di Jogja yang pendidikannya justru dari Agricultural Economic. Jadi Background pendidikan tidak menghalangi seseorang untuk menjadi UI/UX Designer.

  Terus untuk menjadi UI/UX Designer bagai pemula ada beberapa banyak cara, bisa dengan membaca buku-buku tentang UI/UX, ikut course, masuk komunitas UI/UX seperti UniteUX, UXiD, CircleUX dan yang lainnya. Bisa juga baca artikel di Medium seperti artikelnya mas Dwinawan yang sangat bagus dipelajar bagi pemula :
  https://medium.com/@dwinawan

  Juga beberapa artikel yang bisa kalian baca untuk memulai menjadi UI/UX Designer :

  http://www.nngroup.com/articles/
  http://www.uxmovement.com
  uxplanet.org

  Oh ya, untuk melamar posisi pekerjaan sendiri kebanyakan perusahaan tidak melihat background pendidikannya, yang biasa mereka lihat biasanya portfolio kita, seberapa berpengalaman kita di bidang UI/UX baik secara teori maupun prakteknya, problem apa saja yang berhasil kita solved, bagaimana cara kita memcahkan problem tersebut, juga seberapa kritis dan curiosity kita dalam menjelaskan pekerjaan.

  Jadi intinya harus banyak-banyak praktek setelah kita mempelajari tentang UI/UX, beranikan diri untuk mengerjakan project-project kecil di bidang UI/UX sekalipun pengalaman kita minim sekali, karena dari situ kemampuan kita dalam problem solving dan design akan semakin meningkat dan membuat kita lebih percaya diri ketika melamar pekerjaan di bidang UI/UX, sekalipun background pendidikan kita tidak bersentuhan dengan design maupun komputer.

  <p>Hallo kak dina, terimakasih atas pertanyaannya. Perkenalkan saya Farhan UI/UX Designer di Jenius.</p> <p>Sebenarnya untuk menjadi UI/UX Designer ngga harus dari background pendidikan komputer ataupun design. Karena banyak juga teman-teman experti di UI/UX mereka berasal dari berbagai background pendidikan.</p> <p>Seperti salah satu Google Expert di bidang Product Design yang berasal dari Indonesia, beliau lulusan Teknik Elektro, ada juga co-founder studio UI/UX di Jogja yang pendidikannya justru dari Agricultural Economic. Jadi Background pendidikan tidak menghalangi seseorang untuk menjadi UI/UX Designer.</p> <p>Terus untuk menjadi UI/UX Designer bagai pemula ada beberapa banyak cara, bisa dengan membaca buku-buku tentang UI/UX, ikut course, masuk komunitas UI/UX seperti UniteUX, UXiD, CircleUX dan yang lainnya. Bisa juga baca artikel di Medium seperti artikelnya mas Dwinawan yang sangat bagus dipelajar bagi pemula :<br /> <a href="https://medium.com/@dwinawan" rel="nofollow">https://medium.com/@dwinawan</a></p> <p>Juga beberapa artikel yang bisa kalian baca untuk memulai menjadi UI/UX Designer :</p> <p><a href="http://www.nngroup.com/articles/" rel="nofollow">http://www.nngroup.com/articles/</a><br /> <a href="http://www.uxmovement.com" rel="nofollow">http://www.uxmovement.com</a><br /> uxplanet.org</p> <p>Oh ya, untuk melamar posisi pekerjaan sendiri kebanyakan perusahaan tidak melihat background pendidikannya, yang biasa mereka lihat biasanya portfolio kita, seberapa berpengalaman kita di bidang UI/UX baik secara teori maupun prakteknya, problem apa saja yang berhasil kita solved, bagaimana cara kita memcahkan problem tersebut, juga seberapa kritis dan curiosity kita dalam menjelaskan pekerjaan.</p> <p>Jadi intinya harus banyak-banyak praktek setelah kita mempelajari tentang UI/UX, beranikan diri untuk mengerjakan project-project kecil di bidang UI/UX sekalipun pengalaman kita minim sekali, karena dari situ kemampuan kita dalam problem solving dan design akan semakin meningkat dan membuat kita lebih percaya diri ketika melamar pekerjaan di bidang UI/UX, sekalipun background pendidikan kita tidak bersentuhan dengan design maupun komputer.</p>

  02 November, 2019 Like ( 0 )

hiwijaya

Hallo tim Jenius,

Bagaimana mensiasati suatu scene/frame dengan kondisi minim content. Maksudnya jika saya ada kebutuhan suatu frame yang hanya terdiri 1 component input, bagaimana agar frame tersebut masih terlihat menarik dan tidak kosong? Terima kasih.

<p>Hallo tim Jenius,</p> <p>Bagaimana mensiasati suatu scene/frame dengan kondisi minim content. Maksudnya jika saya ada kebutuhan suatu frame yang hanya terdiri 1 component input, bagaimana agar frame tersebut masih terlihat menarik dan tidak kosong? Terima kasih.</p>

30 October, 2019 Like ( 2 )

• 

  KemalSaleh

  Hai, Kak Hiwijaya,

  Perkenalkan saya Kemal, UI/UX Designer Jenius. Terima kasih untuk pertanyaannya, saya coba jawab ya.

  Terkadang di app Jenius pun ada beberapa screen yang hanya menampilkan satu component input. Cara menyiasatinya bisa dengan beberapa cara.

  Pertama, ketika ada field yang harus diisi, kamu harus memberi instruksi sejelas mungkin agar user bisa langsung memahaminya. Kamu bisa memasukkan teks (headline dan body copy) dengan fungsi sebagai deskripsi. Selain untuk memberi instruksi, elemen teks ini akan membantu mengisi screen kamu supaya jadi tidak terlalu kosong. Tapi perlu diingat, teksnya jangan dibuat terlalu panjang, ya. Karena kalau terlalu panjang, user jadi enggan untuk membacanya.

  Kedua, kamu bisa membuat field tersebut dengan ukuran yang lebih besar. Tapi tentunya harus tetap proporsional, sesuai dengan fungsinya. Saya coba beri contohnya ya. Ketika user sedang membuat rekening Jenius, user harus memasukkan cashtag untuk rekening Jenius nya. Karena fungsi cashtag sangatlah essential bagi Jenius, maka field pembuatan cashtag ini kami buat lebih besar dari field-field lainnya. Jadi, apabila component input tersebut memang sesuatu yang penting dan perlu di-highlight, kamu bisa melakukan hal ini.

  

   

  Lalu untuk contoh lainnya, masih dalam proses pembuatan rekening Jenius, user diwajibkan untuk mengupload foto KTP. Nah, area untuk meng-upload foto KTP ini kami buat cukup besar, rasionya kami buat sama dengan ukuran KTP. Ini dilakukan karena ketika foto KTP tersebut berhasil di upload, maka foto KTP tersebut akan ditampilkan di screen tersebut. Dan juga ini untuk men-trigger user bahwa yang harus mereka upload adalah sebuah benda berbentuk kartu. Lalu secara tidak langsung ini membantu screen tersebut tidak terlihat kosong.

  

   

  Jadi, component input bisa dibuat dengan ukuran yang lebih besar asalkan mempunyai fungsi yang jelas, bukan hanya untuk mengisi space kosong pada screen.

  Semoga menjawab pertanyaan kamu ya, Kak Hiwijaya 🙂

  Terima kasih!

  <p>Hai, Kak Hiwijaya,</p> <p>Perkenalkan saya Kemal, UI/UX Designer Jenius. Terima kasih untuk pertanyaannya, saya coba jawab ya.</p> <p>Terkadang di app Jenius pun ada beberapa screen yang hanya menampilkan satu component input. Cara menyiasatinya bisa dengan beberapa cara.</p> <p>Pertama, ketika ada field yang harus diisi, kamu harus memberi instruksi sejelas mungkin agar user bisa langsung memahaminya. Kamu bisa memasukkan teks (headline dan body copy) dengan fungsi sebagai deskripsi. Selain untuk memberi instruksi, elemen teks ini akan membantu mengisi screen kamu supaya jadi tidak terlalu kosong. Tapi perlu diingat, teksnya jangan dibuat terlalu panjang, ya. Karena kalau terlalu panjang, user jadi enggan untuk membacanya.</p> <p>Kedua, kamu bisa membuat field tersebut dengan ukuran yang lebih besar. Tapi tentunya harus tetap proporsional, sesuai dengan fungsinya. Saya coba beri contohnya ya. Ketika user sedang membuat rekening Jenius, user harus memasukkan cashtag untuk rekening Jenius nya. Karena fungsi cashtag sangatlah essential bagi Jenius, maka field pembuatan cashtag ini kami buat lebih besar dari field-field lainnya. Jadi, apabila component input tersebut memang sesuatu yang penting dan perlu di-highlight, kamu bisa melakukan hal ini.</p> <p><img src="https://i.imgur.com/AMJzRZr.png" width="282" height="502" /></p> <p> </p> <p>Lalu untuk contoh lainnya, masih dalam proses pembuatan rekening Jenius, user diwajibkan untuk mengupload foto KTP. Nah, area untuk meng-upload foto KTP ini kami buat cukup besar, rasionya kami buat sama dengan ukuran KTP. Ini dilakukan karena ketika foto KTP tersebut berhasil di upload, maka foto KTP tersebut akan ditampilkan di screen tersebut. Dan juga ini untuk men-trigger user bahwa yang harus mereka upload adalah sebuah benda berbentuk kartu. Lalu secara tidak langsung ini membantu screen tersebut tidak terlihat kosong.</p> <p><img src="https://i.imgur.com/W3LQGgA.png" width="286" height="509" /></p> <p> </p> <p>Jadi, component input bisa dibuat dengan ukuran yang lebih besar asalkan mempunyai fungsi yang jelas, bukan hanya untuk mengisi space kosong pada screen.</p> <p>Semoga menjawab pertanyaan kamu ya, Kak Hiwijaya 🙂</p> <p>Terima kasih!</p>

  07 November, 2019 Like ( 0 )

• 

  Arion

  Halo kak Hafizhsallam

  Terima kasih ya atas antusiame kamu.
  Perkenalkan nama saya Arion (UI/UX Designer Jenius) akan bantu menjawab pertanyaan kamu.

  Kalau di Jenius, kami punya yang namanya Style Guide. Style Guide ini dipakai oleh designer sebagai acuan dalam membuat screen baru seperti margin & padding screen, ukuran serta warna tulisan. selain dipakai oleh designer, Style Guide ini juga kami share ke developer untuk mempermudah developer dalam membuat aset-aset di front-end.

  Selain Style Guide, kami juga punya Library Design yang isinya komponen-komponen / aset-aset UI Jenius yang biasa kita pake kembali (reuse) di screen-screen yang baru. Dengan adanya Library Design ini, kami sebagai designer sangat terbantu karena menghemat waktu dalam mendesain dan pastinya dijamin rapih 🙂

  <p>Halo kak Hafizhsallam</p> <p>Terima kasih ya atas antusiame kamu.<br /> Perkenalkan nama saya Arion (UI/UX Designer Jenius) akan bantu menjawab pertanyaan kamu.</p> <p>Kalau di Jenius, kami punya yang namanya <strong>Style Guide</strong>. Style Guide ini dipakai oleh designer sebagai acuan dalam membuat screen baru seperti margin & padding screen, ukuran serta warna tulisan. selain dipakai oleh designer, Style Guide ini juga kami share ke developer untuk mempermudah developer dalam membuat aset-aset di front-end.</p> <p>Selain Style Guide, kami juga punya <strong>Library Design</strong> yang isinya komponen-komponen / aset-aset UI Jenius yang biasa kita pake kembali (reuse) di screen-screen yang baru. Dengan adanya Library Design ini, kami sebagai designer sangat terbantu karena menghemat waktu dalam mendesain dan pastinya dijamin rapih 🙂</p>

  04 November, 2019 Like ( 0 )