Sejak pandemi, seluruh wilayah perkotaan di Indonesia digegerkan dengan lonjakan pesepeda yang bisa dibilang hampir “melahap” seluruh jalanan kota, termasuk Jakarta. Ribuan orang berbondong-bondong ke luar untuk bersepeda sebagai sarana mengisi waktu luang setelah semua fasilitas umum harus ditutup karena PSBB. Bahkan menurut ITDP Indonesia (2020) angka jumlah pesepeda meningkat hingga 1.000% di beberapa jalan protokol di Jakarta. Bukan cuma di Indonesia, tren bersepeda ini juga makin populer di belahan dunia mana pun karena pandemi.
Lonjakan pesepeda di perkotaan Indonesia ini patut disambut baik oleh semua kalangan. Bersepeda telah digadang sebagai solusi untuk melakukan mobilitas yang ramah lingkungan dan juga berkelanjutan di perkotaan, serta banyak asosiasi perencana kota di dunia seperti CROW ataupun NACTO terus berusaha mempromosikan kultur bersepeda sebagai alat mobilitas dan gaya hidup baru di perkotaan. Lantas, apakah kota di Indonesia bisa mengikuti langkah yang sama?
Manfaat serta tantangan bersepeda sebagai alat mobilitas di Indonesia
Banyak pakar perkotaan dan ahli transportasi dunia berulang kali menyebutkan bahwa memilih untuk bersepeda sebagai alat mobilitas harian bisa memberikan banyak manfaat. Menurut City of Toronto (2016), menggiatkan kultur bersepeda di kotanya dapat berpotensi mengurangi kemacetan hingga 45%. Selain itu, biaya bersepeda juga dapat lebih murah hingga 20 kali lipat ketimbang menggunakan kendaraan pribadi. Menurut pemerintah Belanda (2017), kultur bersepeda juga bisa menurunkan polusi udara, air, dan emisi rumah kaca karena kalau dilihat dari emisi saja, pesepeda mengeluarkan emisi karbondioksida 90% lebih rendah ketimbang mobil. Terlebih lagi, dari segi kesehatan bersepeda juga dapat menurunkan risiko obesitas, diabetes, dan depresi.
Secara umum, bersepeda di perkotaan dapat dibagi menjadi 2 tipe: pesepeda rekreasional dan pesepeda sebagai alat mobilitas. Walaupun ada banyak banget manfaat dari bersepeda sebagai alat mobilitas, ketika berbicara soal bersepeda di Indonesia, sering kali beberapa alasan ini terdengar dari orang yang enggan untuk mulai mengayuh. Alasan seperti cuaca panas, takut keringat karena polusi, jalan yang gak aman, gak ada parkir, dan berbagai alasan lainnya selalu jadi kata-kata yang terlontar dari publik ketika ditanya alasannya. Jika dilihat lagi, alasan yang terlontar memang mencerminkan kondisi perkotaan Indonesia pada umumnya. Pembangunan yang berorientasi pada kendaraan bermotor selama ini mengesampingkan infrastruktur untuk pesepeda ataupun mobilitas aktif (pejalan kaki dan transportasi umum). Masyarakat jadi enggan mulai bersepeda karena absennya jalur sepeda yang terproteksi dan aman, serta jarangnya gedung untuk memiliki parkir untuk sepeda—yang dikarenakan penggunaan kendaraan bermotor yang berlebih serta polusi yang terus meningkat di kota seperti Jakarta. Iklim jadi semakin panas, ditambah dengan polusi, akhirnya mengurungkan banyak orang untuk mulai mengayuh.
Meskipun demikian, cepat atau lambat kultur bermobilitas dengan kendaraan pribadi yang mengakibatkan banyak efek buruk seperti yang disebutkan di atas harus diubah. Adanya lonjakan pesepeda di kota seperti Jakarta beberapa bulan terakhir ini bisa menjadi kesempatan buat kita untuk memulai sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita sendiri dan lingkungan. Kalau berbicara bersepeda sebagai alat mobilitas harian, mayoritas pesepeda yang kini menjamur pun masih memulai bersepeda sebagai kegiatan rekreasi dan olahraga saja. Survei Bike 2 Work Indonesia (2020) menyebutkan bahwa kurang lebih 57% dari pesepeda yang baru-baru ini menjamur adalah pesepeda rekreasional. Pesepeda rekreasional yang baru inilah yang bisa menjadi kunci untuk mengekalkan kultur sepeda baru di perkotaan Indonesia seperti Jakarta. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi kunci untuk menjadikan sepeda sebagai kultur baru bermobilitas di Jakarta, makanya yuk kita sedikit telaah negara yang sudah terkenal sebagai surganya pesepeda: Belanda!
Belajar kultur bersepeda dari Belanda
Kini di Indonesia bersepeda sebagai alat mobilitas seperti untuk pergi ke sekolah atau kerja kadang sering jadi bahan nostalgia semata. Meski demikian, sepeda merupakan alat mobilitas yang populer sejak zaman Belanda. Di Belanda sendiri, hampir 25% dari seluruh perjalanan dilakukan dengan sepeda dan 37% pekerja pergi ke kantornya dengan sepeda. Tingkat bersepeda yang tinggi ini pun berkat transformasi dari pembangunan yang berorientasi kendaraan bermotor menuju lebih ramah pejalan kaki dan pesepeda yang dilakukan oleh negara ini sejak tahun 1970-an. Di balik kesuksesan Belanda untuk mendorong kultur bersepeda, ada beberapa aspek penting yang menyokong tumbuhnya bersepeda sebagai alat mobilitas di negeri kincir angin ini.
Yang pertama dan yang paling penting adalah infrastruktur. Ketersediaan jalur sepeda dan parkir sepeda di semua kota dan tempat di Belanda menjadi kunci utama yang membuat bersepeda menjadi mungkin. Ada kurang lebih 35.000 kilometer jalur sepeda yang terproteksi di Belanda dan hampir semua gedung memiliki parkir sepeda. Kemudian kombinasi antara sepeda dan transportasi umum di Belanda juga menjadikan sepeda sebagai moda first and last mile yang populer. Dari 1 juta penumpang kereta api NS (Nederlandse Spoorwegen) di Belanda tiap harinya, hampir setengah dari penumpang tersebut menggunakan sepeda sebagai moda first and last mile-nya. Ini mungkin karena semua stasiun di Belanda memiliki parkir sepeda yang jika dihitung kapasitasnya mencapai 450.000 slot parkir. Lokasi parkir gratis dan juga dijaga membuat pesepeda di Belanda merasa aman untuk memarkir sepedanya.
Kemudian poin penting kedua adalah pemerintah Belanda terus memberikan insentif dan edukasi sejak dini untuk bersepeda. Sejak TK, anak-anak Belanda sudah diajarkan untuk bersepeda serta memahami aturan lalu lintas. Kemudian banyak insentif seperti transportasi umum gratis untuk pelajar dan keringanan pajak bagi para pekerja yang pergi ke kantor dengan sepeda menjadi pendorong populernya sepeda di sana. Secara biaya, bersepeda jauh lebih murah ketimbang mesti mengendarai mobil setiap hari. Jadi, meskipun cuaca di Belanda sama buruknya saat musim panas dengan Indonesia dan membeku di musim dingin, orang Belanda tetap memilih sepeda sebagai opsi utama mereka untuk bepergian ke mana pun.
Dua aspek di atas serta infrastruktur yang aman dan nyaman dan insentif dari pemerintah Belanda dari segi ekonomi dan edukasi inilah yang mendorong orang untuk terus bersepeda. Makanya, Belanda bisa jadi “surga pesepeda” seperti sekarang. Kota-kota di Indonesia memang mungkin masih sangat jauh dari kata “surga pesepeda”, tapi ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk pelan-pelan membentuk kultur ini. Ya, kan?
Baca juga: Mengenal Transportasi Umum Jakarta dengan Peta Bersama FDTJ
Apa yang dapat kita lakukan sekarang?
Menyambut ledakan tren bersepeda di kota seperti Jakarta saat ini, ada sangat banyak hal yang dapat kita mulai lakukan pelan-pelan untuk menggunakan sepeda lebih dari sekadar alat olahraga dan gaya hidup!
Sebagai alat mobilitas, khususnya di Jakarta, kini ada banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk membuat bersepeda sebagai alat mobilitas lebih feasible. Pertama, semua stasiun MRT Jakarta serta beberapa stasiun KRL dan Transjakarta sudah memiliki parkir sepeda lho! Buat kita yang lokasi rumahnya dekat dengan stasiun dan halte yang telah memiliki parkir sepeda, menggunakan sepeda sebagai alat ulang-alik kita dari rumah ke stasiun sangatlah mungkin! Metode mixed-commuting ini adalah salah satu kunci yang bisa mendorong sistem mobilitas yang lebih berkelanjutan di Jakarta!
Kemudian, di beberapa kota besar Indonesia seperti Jakarta dan Bandung kini tersedia layanan bike-sharing yang dapat dengan mudah diakses. Menggunakan mixed commuting seperti yang dijelaskan di atas, layanan bike-sharing sangat mungkin digunakan sebagai moda lanjutan kita dari stasiun/halte terdekat menuju tempat tujuan kita. Apalagi sekarang di pusat kota Jakarta, sudah ada sekitar 50 titik bike-sharing yang bisa kita akses, yang mana juga dekat dengan halte dan stasiun!
Kalau memang gak memungkinkan untuk bersepeda sebagai alat mobilitas harian karena akses yang masih minim, mungkin kamu bisa coba untuk ikut tren bersepeda ini dengan pelan-pelan bersepeda untuk olahraga atau kegiatan kecil lainnya seperti membeli makan keluar dari kompleks perumahan kamu! Banyak orang sering bilang bahwa semalas itu orang Indonesia, keluar komplek untuk ke minimarket saja harus dengan mobil atau motor. Padahal, sepeda juga bisa jadi opsi yang lebih baik! Apalagi saat PSBB seperti ini, mayoritas dari kita yang harus berdiam di rumah juga butuh kegiatan untuk membuat kita tetap bugar.
Untuk saat ini, salah satu poin yang juga sangat penting untuk dilakukan adalah untuk mengedukasi masyarakat umum dalam hal manfaat serta kebaikan yang dapat kita raih dengan memulai bersepeda. Bukan hanya edukasi soal manfaat, atau sekadar membantu satu sama lain untuk belajar tertib bersepeda juga penting! Walaupun sepeda dan pejalan kaki memiliki prioritas di jalan, sepeda juga merupakan bagian dari lalu lintas. Oleh sebab itu, belajar untuk tertib juga penting untuk mengedukasi para pengendara kendaraan bermotor agar memberikan prioritas kepada kita pemobilitas aktif!
Sejauh ini, FDTJ bekerja sama dengan banyak pihak (seperti ITDP Indonesia, Bike 2 Work Indonesia, MTI Jakarta, DTKJ, serta Greenpeace Indonesia) pelan-pelan berusaha membantu mengedukasi semua kalangan akan manfaat bersepeda dan tata tertibnya. Salah satu dari gerakan yang telah dilakukan adalah dengan membuat Panduan Bersepeda yang lengkap soal sepeda serta tata tertib lalu lintasnya! Panduan ini dapat di akses via daring melalui bit.ly/panduansepeda. Sebagai langkah awal kamu mulai bersepeda, baca panduan ini dan sebarkan ke yang lain juga biar kita semua dapat pelan-pelan memulai kultur bersepeda yang tertib dan aman, ya!
Tahun 2020 dapat menjadi batu loncatan baru untuk kultur bersepeda. Banyak regulasi baru di tingkat daerah dan nasional sudah mulai mewajibkan adanya parkir sepeda di semua gedung dan fasilitas publik. Jakarta juga sebagai contoh sudah merencanakan jaringan jalur sepeda baru sepanjang 500 kilometer, parkir sepeda di semua stasiun, serta layanan bike-sharing di seluruh penjuru kota. Bukan gak mungkin kota-kota di Indonesia akan berevolusi menjadi kota yang melihat sepeda sebagai nadi mobilitas yang lebih daripada sekadar gaya hidup. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat yang ingin mendukung kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan harus terus menyuarakan bahwa solusi yang mudah sudah ada di depan mata: yaitu dengan sepeda!
Kamu sendiri, sudah mulai bersepeda atau belum? Tulis yuk di kolom komentar!
Comments ( 0 )