“Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup di dunia yang menghasilkan sampah.”
Kalimat ini terus terngiang-ngiang di benak saya sesudah menghadiri event Jenius Talks yang diadakan oleh Jenius Co.Create dalam rangkaian acara Co.Creation Week 2022 di The Warehouse, Plaza Indonesia.
Perbincangan bertajuk “How do I Cash The Trash?” tersebut begitu menarik untuk saya yang cukup khawatir dan sedikit cemas ketika memikirkan masa depan lingkungan tempat tinggal manusia.
Saya teringat bahwa tumpukan sampah di Bantar Gebang, Bekasi, sudah mencapai ukuran sebesar gunung. Dilansir dari CNN Indonesia, setiap hari ada sekitar 7.800 ton sampah yang disetor ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bantar Gebang.

Sumber: Jenius Co.Create
Bahkan, disebutkan bahwa kapasitas penumpukan di TPA Bantar Gebang sudah hampir mencapai maksimum dan perlu dilakukan pengalihan TPA ke tempat lain.
Perbincangan yang diadakan sore hari pada Jumat, 28 Oktober 2022 tersebut menghadirkan Vania F. Herlambang sebagai moderator, dengan dua narasumber yang merupakan pejuang kesadaran masyarakat akan luar biasanya jumlah sampah yang dihasilkan manusia sepanjang hidup.
Baca juga: Belajar Menumbuhkan Self-love
David Christian selaku narasumber pertama merupakan Founder & CEO Evoware, sebuah startup yang bergerak di bidang packaging pengganti plastik dengan tagline “packaging yang bisa dimakan setelah dipakai”. Melengkapi David, hadir pula Arya Primanda selaku Founder & CEO Kaktus Indonesia, yang merupakan sebuah gerakan untuk memilah sampah lebih lanjut setelah sampah selesai dipilah di level rumah tangga.
Pada sesi pertama, David menjelaskan kekhawatirannya akan sampah plastik yang semakin gak terkendali. Apalagi, sampah plastik termasuk jenis sampah yang sangat lama terurai di alam. Saking lamanya sampah plastik sekali pakai terurai, sebelum benar-benar terurai, mikroplastik dapat mencemari lingkungan.

Sumber: Jenius Co.Create
Bahkan menurut penelitian terbaru yang dilansir dari Waste4Change, mikroplastik yang kemudian masuk ke tubuh hewan yang dimakan manusia, mengakibatkan sudah ditemukan pula mikroplastik di peredaran darah manusia. Tentu hal ini juga berpengaruh terhadap kesehatan umat manusia secara umum: jadi lebih gampang sakit dan daya tahan tubuh melemah dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Berawal dari keresahan tersebut, sebagai salah satu solusi, Evoware berupaya membuat substitusi plastik yang dapat menjadi alternatif packaging yang umum digunakan. Salah satunya adalah cassava bag yang dapat terurai lebih cepat di alam.
Selain itu, terobosan lainnya ada pula produk berupa gelas yang berasal dari rumput laut, alih-alih dari plastik. Sambil mendengarkan David bercerita, saya langsung penasaran dengan Instagram Evoware, dan tanpa ragu langsung mem-follow akun tersebut.

Produk substitusi plastik yang dikembangkan Evoware. (Sumber: Rethink Plastic)
Saya cukup takjub melihat diversifikasi produk yang Evoware hasilkan. Ada harapan baru untuk lingkungan di masa depan. Mulai dari cassava bag, bio box untuk pengganti styrofoam, sedotan dari kertas dan sedotan dari beras, sampai produk lainnya yang bebas bahan baku plastik sehingga sangat eco-friendly.
Berdasarkan pengalaman pribadi, ketika berbelanja terutama berbelanja online, saya sudah mulai sering mendapati toko yang menggunakan cassava bag sebagai pengganti packaging plastik.
Menurut pandangan pribadi saya, toko yang memperhatikan hal seperti ini patut dikasih nilai lebih. Sebagai konsumen, saya jadi lebih tenang berbelanja di toko yang memperhatikan pengemasan tersebut karena merasa lebih mindful dalam mengurangi sampah plastik.
Beranjak ke sesi kedua, Arya Primanda menjelaskan tentang sebuah gerakan yang di masa depan amat memungkinkan mengubah manusia jadi lebih sadar akan sampah yang dihasilkannya. Melalui startup yang dikelolanya, Kaktus, Arya bercerita bahwa timnya sedang mengerjakan prototipe aplikasi yang nantinya dapat melakukan pelacakan (tracking) terhadap proses pengolahan sampah yang telah dipilah.
Hal ini berangkat dari kegelisahan pribadinya bahwa selama ini dalam pikiran masyarakat, memisahkan sampah organik dan anorganik di rumah tangga adalah hal yang sia-sia, karena toh nantinya truk sampah akan menyatukan kedua jenis sampah yang sebetulnya cara pengolahannya berbeda tersebut.
Baca juga: Online Dating: Yay or Nay?
Agar lebih sadar sampah, Arya menjelaskan bahwa nantinya di setiap tempat sampah akan dipasangi QR Code, yang digunakan oleh truk pengangkut sampah untuk menentukan sampah apa yang bisa diambil atau dialihkan ke truk pengangkut lainnya yang lebih sesuai untuk diolah secara benar.
Selama perjalan sampah, pembuang sampah akan diberikan notifikasi tentang sudah sejauh mana sampah diangkut dan diolah. Sebuah terobosan yang menurut saya amat diperlukan saat ini, mengingat sudah terlalu banyak sampah yang dihasilkan manusia, yang membuat bumi jadi kurang ramah dan kurang sehat untuk ditinggali.

Sumber: Jenius Co.Create
Ada yang menarik di sesi tanya jawab dengan para narasumber. Seorang peserta mengkritisi David, mengapa menciptakan substitusi plastik yang sekali pakai, kenapa gak memberikan insentif untuk masyarakat yang memilah dan mengumpulkan sampah berdasarkan jenisnya. Seperti di Eropa misalnya, penduduk akan diberikan voucer untuk dibelanjakan kembali jika mengumpulkan sampah sesuai jenisnya dan menukarkan ke minimarket terdekat.
Saya awalnya mengacungkan tangan, ingin bertanya juga. Di sisi lain, saya juga ingin memberikan informasi yang barangkali dibutuhkan si mas pemberi pertanyaan ini.
Sebetulnya, saat ini pun di Jakarta terutama, sudah ada beberapa startup yang bekerja dengan cara demikian. Sebut saja Plasticpay dan Duitin Aja; yang mana 2 aplikasi yang selama ini saya gunakan untuk membuang sampah hasil pilahan, dan betul-betul dapat mengubah trash menjadi cash.
Baca juga: Bikin Hobi Main Game Jadi Penghasilan
Jika saja masih ada waktu dan pertanyaan dari peserta diskusi masih dapat diajukan, saya ingin berbagi bahwa saya pernah mendapatkan insentif sebesar Rp100 ribu untuk sampah plastik yang saya tukarkan.
Ide dari Plasticpay adalah menempatkan reverse vending machine di titik-titik tempat umum yang ramai dikunjungi orang. Setiap memasukkan botol plastik kosong, penyetor akan mendapatkan Rp56 yang jika dikumpulkan nantinya akan dapat dikonversi menjadi uang elektronik. Mirip dengan ide recycle sampah plastik yang ada di Eropa, yang sebelumnya disebutkan mas yang bertanya pada sesi Talks.
Meski demikian, buat saya sendiri tetap penting untuk berinovasi membuat substitusi plastik sekali pakai yang ramah lingkungan. Saya setuju juga dengan pernyataan David bahwa shopping bag yang saat ini banyak digunakan masyarakat karena plastik sudah dilarang di supermarket beberapa kota di Indonesia, juga barangkali sama saja akan menjadi sampah menumpuk kalau gak digunakan berkali-kali.
Menurut artikel yang saya baca di Waste4Change, shopping bag pengganti plastik baru dapat dikatakan mengurangi sampah plastik jika digunakan berulang setidaknya 37 kali. Sementara itu, berdasarkan pengalaman pribadi dan teman-teman saya, kita sering lupa untuk membawa shopping bag saat berbelanja, atau ketika tiba-tiba secara impulsif ingin membeli sesuatu di perjalanan. Shopping bag sendiri juga biasanya dibuat dari bahan yang sama dengan pembuat plastik, sehingga jika dipakai hanya sekali dua kali, akan sama sulitnya pula terurai di alam.
Melalui diskusi ini, saya belajar banyak dari kedua narasumber yang begitu menginspirasi untuk lebih sadar lagi terhadap sampah yang dihasilkan dan meminimalisasi sekecil mungkin sampah yang kita hasilkan sehari-hari.
Saya juga melihat secercah ide yang barangkali dapat menjadi solusi di masa depan, untuk bumi yang lebih sehat, dan untuk bumi yang masih dapat ditinggali untuk diwariskan ke generasi manusia selanjutnya.
Comments ( 0 )